Penjelasan Pakar Iklim UGM soal Udara Jogja yang Terasa Dingin dalam Beberapa Hari Terakhir

973

Baca juga: Saran Dokter RSA UGM untuk Cegah Covid-19 yang Disebut Sudah Menyebar via Udara

“Daerah yang tinggi dan lembab seperti Dieng akan berpotensi rawan embun upas,” papar lulusan S3 Nagoya University tersebut.

Kata Andung, perubahan iklim yang terjadi saat ini sebagian besar dipengaruhi oleh peningkatan gas rumah kaca di atmosfer. Yakni akibat dari aktivitas manusia seperti transportasi, industri, dll.

Akibatnya, terjadi pula kenaikan temperatur hingga 0.3 derajat celcius per dekade dan diprediksi terus meningkat higga naik 1-2 derajat pada tahun 2100.

Selain temperatur, frekuensi curah hujan ekstrem juga meningkat dan perubahan musim menjadi semakin tidak pasti.

“Dampak yang dirasakan terutama banjir yang semakin meningkat pada musim penghujan. Tidak jarang hujan lebat juga mengakibatkan bajir bandang dan longsor yang semakin sering,” ucap Andung.

Baca juga: Ilmu dari Filsafat UGM Membuat Irma Hidayana Memanen Manfaat Sepanjang Hayat

Menurut Andung, kondisi kemarau tahun ini cenderung lebih lembab dibandingkan kondisi rata-ratanya.

Sebagai contoh, pada hari ini, Kamis (30/7/2020) BMKG mencatat bahwa kelembaban udara di Jogja pada pukul 07.00 WIB ada di angka 85 persen dengan suhu 23 derajat Celsius.

Kata Andung, hal tersebut berakibat curah hujan tahun ini lebih tinggi.

“BMKG memprediksi puncak musim kemarau pada bulan Agustus sehingga bulan September sudah mulai hujan,” kata Andung, Sekretaris Pusat Studi Bencana UGM ini.

Prediksi kondisi tahun ini berbeda jauh dari tahun lalu ketika terjadi kemarau berkepanjangan akibat El Nino (fenomena panasnya permukaan air laut di Samudera Pasifik) lemah.

Baca juga: Kejujuran dan Idealisme adalah Prinsip Ani Setyopratiwi dalam Berbisnis VCO