Pengelolaan Arsip Makin Canggih, Warni Ingin UGM Jangan Lupakan Cara Konvensional

791

Baca juga: Mahfud MD: Indonesia Perlu Manusia yang Terdidik

Masih terkait masa-masanya berkutat dengan arsip, Warni menjelaskan dahulu saat rektor melakukan pidato Dies Natalis, laporan yang dibacakan selalu dilengkapi dengan data UGM dalam angka.

“Tapi kalau sekarang laporan tahunan terpisah dengan data UGM dalam angka. Saran Saya data ini tetap harus ada. Minimal dicetak sepuluh biji lah. Sekarang malah nggak ada data itu. Terakhir ada sekitar tahun 2003-2004. Padahal dulu data itu memuat informasi lengkap seputar pembangunan gedung, jumlah mahasiswa asing, semua seminar yang diselenggarakan di UGM tahun tertentu, dan lain sebagainya semua ada,” jelas Warni.

Ia kemudian bertanya pada pihak yang bersangkutan, katanya data UGM dalam angka lengkapnya ada di sistem komputer.

Menurut Warni, sistem komputer tidak selalu memudahkan, bisa menyulitkan di saat-saat tertentu.

”Waktu pertama kali UGM akreditasi institusi internasional, kalau tidak salah 2010. Itu pas awal hasilnya tidak bagus, karena dokumen lengkapnya nggak ada. Mau menunjukkan jumlah mahasiswa asing, buktinya nggak ada,” ungkap perempuan yang menjadi PNS di UGM sejak 1986 hingga 2011 itu.

Menurutnya, kelengkapan dokumen fisik di era teknologi canggih ini masih dibutuhkan, guna menciptakan data yang sifatnya kredibel dan akuntabel.

Warni sebelumnya punya pengalaman membantu mempersiapkan Kantor Arsip UGM untuk penilaian teladan nasional, sehingga Warni bisa dengan cakap menjabarkan isi dokumen secara detail.

“Kita lihat rangking UGM di QS World University Ranking selalu naik. Berarti pengelolaan dokumen sebetulnya sudah baik. Namun, siapapun nanti yang mengerjakan, dokumen tetap perlu diprint, termasuk data UGM Dalam Angka itu tadi. Teknologi makin berkembang, untuk mengalihkan ke teknologi bisa memakan biaya lebih besar. Seperti sekarang buku wisuda pakai CD, CD belum tentu bisa dibuka era teknologi berikutnya,” kata Warni.

Baca juga: Alasan Seminar Pra-Munas KAGAMA Digelar di Museum Ranggawarsita, Bukan di Hotel

Tantangan UGM di era Informasi

Terkait dengan eksistensi UGM di setiap era, Warni menyampaikan bahwa eksistensi UGM selalu mengarah ke sisi positif.

Internasionalisasi UGM sudah semakin kuat dibanding dulu.

Demikian juga dengan kinerja dan prestasinya.

“Dulu yang aktif di forum internasional orangnya belum banyak, tetapi lebih nampak, karena orang-orangnya itu-itu saja, seperti Pak Yohanes, Pak Sardjito, Pak Sunanto, dan lain sebagainya. Kaya gitu kan langsung masuk koran, diketahui secara nasional. Kalau sekarang banyak banget, tidak mudah diingat,” ujar Warni.

Dikisahkan oleh Warni, saat masih bekerja di Humas dan Protokol UGM tahun 2005 salah satu tugasnya adalah mempublikasikan kegiatan UGM.

Saat itu, setidaknya lebih dari 150 berita tentang UGM di berbagai media setiap bulannya.

Rata-rata menjadi headline,  baik di media lokal maupun nasional.

“Kliping berita tersebut ada di Arsip UGM, ada buktinya. Kalau sekarang berita itu banyak sekali, terutama di portal berita online. Apalagi orang sekarang juga bisa bikin berita di akun sendiri,” ujar Warni.

Seiring dengan meningkatnya jumlah tokoh-tokoh UGM yang berprestasi, media juga semakin banyak dan beragam.

Baca juga: Liburan Semester ala Mahasiswa Jadul UGM; Dari Upacara, Bar Mini, hingga Menggelar Pernikahan