Penerjun Serda Faradila Senang Bisa Happy Landing

691

DEMO Skydiving atau Terjun Payung dan Fly Pass Aerobatic Jupiter dari TNI dan Polri bekerjasama dengan Keluarga Alumni Resimen Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (Kamenwagama) turut memeriahkan Pembukaan Pelatihan Pembelajar Sukses bagi Mahasiswa Baru (PPSMB) Palapa 2017, Senin (7/8/2017) pagi di Lapangan Grha Sabha Pramana (GSP) UGM. Akrobat terjun payung serta pesawat Jupiter tersebut melibatkan sejumlah 50 penerjun dari beragam unsur kesatuan TNI AU dan AD serta Polri. Dan, tentu juga alumni Menwa UGM.

Serda Jas/W Faradila, satuan Den Jaka Marinir adalah salah satu dari lima penerjun wanita yang terlibat dalam demo skydiving itu. Ia menyatakan bahwa awal ia menjadi penerjun payung karena tugas. Namun,  sebagai seorang marinir perempuan, ia ingin menunjukkan perempuan juga bisa menaklukkan kegiatan-kegiatan ekstrem. Perempuan yang bertugas di Brigif-2 Marinir ini bercerita bahwa penerjunan sekaligus pelatihan pertama yang ia lakukan di Surabaya, Jawa Timur.

Penerjun Kopda Sujari pembawa bendera UGM berhasil mendarat dengan mulus (Foto Ayudya Mentari/KAGAMA)
Penerjun Kopda Sujari pembawa bendera UGM berhasil mendarat dengan mulus (Foto Ayudya Mentari/KAGAMA)

Tidak hanya penerjun wanita, salah satu penerjun merupakan alumni UGM sekaligus alumni Resimen Mahasiswa (Menwa) UGM, Tono Junaidi. Tono bercerita bahwa pasca-Reformasi pembiayaan alutsista berkurang dan ada kebutuhan bagi masyarakat sipil untuk terlibat dalam usaha bela negara. Keadaan  tersebut yang menjadi titik masuk Tono dan beberapa rekannya menjadi penerjun payung.

“Resimen Mahasiswa menjadi penerjun. Ini menjadi bukti bahwa UGM ingin berkontribusi bagi negara. Sinergi dengan berbagai pihak,” ungkap Tono.

Kegiatan yang meriah dan menarik perhatian seluruh tamu undangan  dan mahasiswa baru peserta PPSMB UGM 2017 serta warga sekitar tidak hanya menunjukkan aksi penerjun dengan parasut berwarna-warni. Namun, juga dengan kibaran beberapa bendera baik BUMN atau swasta yang terlibat PPSMB juga beberapa bendera penting seperti bendera UGM, Merah Putih atau bendera Swa Bhuwana Paksa, lambang TNI AU.

Penerjun Serda Jas/W Faradila (kanan) bersama rekannya, Serda TTU/W Lailia Noor Arimurti berselfi ria usai  mendarat dengan mulus (Foto Ayudya Mentari/KAGAMA)
Penerjun Serda Jas/W Faradila (kanan) bersama rekannya, Serda TTU/W Lailia Noor Arimurti berselfi ria usai mendarat dengan mulus (Foto Ayudya Mentari/KAGAMA)

Komandan Pasukan Condro Wicarto, salah satu prajurit TNI AU yang bertugas membawa bendera untuk Swa Bhuwana Paksa mengungkapkan kesan-kesannya, “Membawa bendera penting memang perlu persiapan yang lebih. Persiapan mental dan juga teknik penerjunan agar bendera berkibar dengan baik hingga saat pendaratan,” ucapnya.

Tidak hanya sekedar memberikan atraksi terjun payung dengan bendera-bendera yang berkibar, lingkungan UGM yang cukup rapat dengan pepohonan dan bangunan ditambah dengan mahasiswa baru yang banyak menjadi tantangan tersendiri bagi para penerjun.

“Inilah tantangan dari kegiatan ekstrem. Kita harus membuktikan bahwa dengan teknik yang baik, semua bisa selamat. Medan apa pun tentu harus bisa ditaklukkan,” ujar Faradila, “Penerjunan kali ini menyenangkan dan happy landing,” imbuhnya menandaskan.

Setelah sukses happy landing, tim penerjun dan  alumni Menwa UGM beramah tamah (Foto Taufiq Hakim/KAGAMA)
Setelah sukses happy landing, tim penerjun dan alumni Menwa UGM beramah tamah (Foto Taufiq Hakim/KAGAMA)

Selain kesan yang didapatkan Condro, beberapa pesan untuk mahasiswa baru ataupun sivitas akademika UGM pun disampaikannya. Dengan atraksi, baik terjun payung atau air show yang melibatkan banyak pihak, kegiatan tersebut menurut Condro, bisa menjadi motivasi bagi mahasiswa untuk semakin cinta tanah air dan menanamkan nilai-nilai Pancasila.

Tono sebagai alumni Jurusan Perencanaan Wilayah, Fakultas Geografi UGM pun berpesan kepada para adik angkatan bahwa proses selama perkuliahan menjadi sarana untuk menempa mental. “Ibarat pisau, selama kuliah mahasiswa  diolah menjadi pisau yang tajam,” ujarnya.

Dalam lingkup kecil Tono berharap mahasiswa mampu bertanggung jawab kepada diri sendiri. Dalam prosesnya, mahasiswa juga harus berani untuk melibatkan diri dan berpikir kritis. [Desti]