Peneliti UGM Sebut Alasan Kenapa Praktik Politik Identitas Dipandang Negatif

1340

Baca juga: Pesan Inspiratif Ganjar Pranowo dalam Pelantikan Pengda KAGAMA Jateng

Pertanyaannya, mengapa politik identitas dan populisme dewasa ini dimaknai negatif?

Munjid melihat bahwa fenomena tersebut terjadi karena dua hal itu berkaitan dengan mayoritarianisme.

“Mayoritarianisme adalah gerakan yang berpihak kepada kelompok mayoritas dan mengelelompokkan diri secara politik dan eksklusif,” tutur Munjid.

“Yakni untuk mendapatkan hak-hak mereka dengan mengidentifikasikan diri sebagai kelompok tertindas,” terang sosok yang berulang tahun tiap 10 April ini.

Munjid menemukan fenomena bahwa mayoritarianisme ada di Eropa.

Pasalnya, orang-orang kulit putih Eropa-yang merupakan mayoritas- kini justru merasa tertindas.

Sementara itu, kalau di Indonesia, yang merasa tertindas adalah sebagian kelompok Muslim.

Baca juga: Menhub Budi Karya Sumadi Tak Pernah Bayangkan Bisa Berbicara di HPTT Fakultas Teknik UGM

Mayoritarianisme juga dipandang Munjid sebagai jalan yang membuat Donald Trump mampu memenangi pemilihan presiden Amerika Serikat melawan Hillary Clinton pada 2017.

Pasalnya, Trump mampu menyuarakan keprihatinan kelompok Kristen Konservatif kulit putih yang kehilangan hak-haknya.

“Kelompok mayoritas merasa kehilangan hak-haknya akibat ancaman kelompok-kelompok lain yang datang. Itu seperti imigran, minoritas, LGBT, dan lain-lain,” jelas Munjid.

Munjid pun menarik benang merah soal apa yang terjadi di berbagai belahan negara yang punya kelompok mayoritas.

Dia mengatakan, jika hak-hak sudah terlalu lama dinikmati, kesetaraan akan tampak bak penindasan.

Oleh karena itu, kelompok mayoritas akan merasa terusik, ketika hak-hak yang biasa mereka dapatkan tak diperoleh demi menghargai kelompok lain.

“Di Indonesia, kita merasa bahwa hak-hak yang didapat harus lebih besar dan lebih banyak karena statusnya sebagai mayoritas,” ujar Munjid.

“Saat konstelasi berubah, ada penyesuaian tuntutan persamaan, kesederajatan, dan kesetaraan hak akibat keberadaan kelompok baru yang muncul. Hal ini kemudian tampak sebagai penindasan,” katanya. (Ts/-Th)

Baca juga: 21 Bulan Gabriel Asem di UGM yang Berbuah Perubahan bagi Tambrauw, Papua Barat