Pemberdayaan Komunitas Difabel Perlu Diawali dengan Mengubah Mindset

174

Baca juga: Kiat Menjaga Produktivitas Saat Harus Work From Home

Belajar dari CSR di sebuah perusahaan di Kalimantan, Krisdyatmiko mulai memahami bahwa mengubah mindset difabel dan keluarganya dinilai penting.

Mengubah mindset, kata Kris, tidak cukup hanya dengan melakukan penyuluhan. Tetapi, harus ada pendampingan secara lebih dekat.

“Ini dilakukan supaya difabel maupun keluarganya yakin bahwa keterbatasan tidak akan menghalangi mereka,” ujar peneliti UGM yang fokus di bidang community empowerment ini.

Baiknya langkah ini dilakukan sebelum pegiat sosial maupun pemerintah memberikan keterampilan yang nantinya membantu difabel masuk dalam pasar kerja.

Setelah melakukan pendeketan hingga pelatihan keterampilan, mulailah difabel ini memiliki rasa percaya diri yang lebih.

Baca juga: KAFEGAMA Galang Bantuan Untuk Dukung Perkuliahan Daring Mahasiswa Bidikmisi FEB UGM

Orang tuanya pun ikut bangga dan terharu, sehingga tidak lagi menganggap keterbatasan tersebut sebagai aib.

“Selain dari sisi organisir, penting juga dilakukan advokasi, mempengaruhi ke pembuat kebijakan maupun ke pasar,” tutur Kris.

Menurutnya kesadaran pembuat kebijakan dan pasar kerja untuk membuka peluang bagi difabel ini sudah ada. Tetapi, belum besar.

Untuk itu, komunitas difabel maupun aktivis yang bergerak untuk pemberdayaan difabel harus lebih berusaha keras.

Tentunya sampai menyentuh hati pembuat kebijakan dan pasar kerja, di samping para difabel ini bisa membuka peluang kerja bagi komunitasnya untuk bisa mandiri.

Sekitar tahun 2018 lalu Departemen PSdK UGM mencoba menjalankan langkah tersebut dengan menjadi tim ahli penyusunan Perda DIY terkait difabel.

Selain itu, salah satu alumnus PSdK yang juga merupakan seorang difabel dan Community Development Officer (CDO), juga membuat program khusus untuk difabel, termasuk pemberdayaan. (Kn/-Th)

Baca juga: Sikapi Covid-19, Haryadi Suyuti Imbau Masyarakat Jogja Lakukan Social Distancing