Pembatasan Gerak Industri Sawit adalah Sebuah Kolonialisme Baru di Indonesia

896

Baca juga: Ketua KAGAMAHUT Semangat ‘Ngumpulke Balung Pisah’ Berkat Kuatnya Jiwa Korsa Rimbawan

Hal ini menjadi tanda bahwa ada koordinasi yang kurang di tingkat nasional.

Petrus lantas mempertanyakan mekanisme pengelolaan tata ruang lahan di Indonesia.

Apakah itu benar-benar berdasarkan scoring atau kewenangan? Dalam hal ini, Petrus mengambil contoh kasus di Kalimantan Tengah yang mengalami tren penurunan bagian APL dari keseluruhan bentang lahan sejak 1994-2015.

Untuk diketahui, APL adalah singkatan dari Areal Pengguna Lain yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan produksi, termasuk perkebunan sawit.

Baca juga: Cerita Ketua KAGAMAHUT Jatim yang Dapat Nilai Bagus Setelah Ikut Aksi di Bunderan UGM

Menurut Petrus, APL mendapat porsi 27 persen sedangkan hutan 73 persen pada 1994.

Namun, angka tersebut berubah setelah Perda setempat turun pada 2015. APL turun ke angka 17,18 persen sementara hutan memperoleh porsi 83,14 persen.

“Penyelesaian tata ruang dengan penunjukan ulang kawasan hutan berbasis bentang alam dapat menyelesaikan banyak hal tentang deforestasi,” ucap Petrus.

Penunjukan ulang berbasis bentang alam dinilai penting bagi ruang gerak industri sawit.

Pasalnya, industri sawit punya kontribusi besar terhadap penciptaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Baca juga: Buku Ketiga Karya KAGAMA Virtual Writing, Kisahkan Semangat Pemuda Puncak Kleco Membangun Potensi Wisata Lokal

Studi yang dilakukan PASPI (Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute) menyatakan bahwa jumlah tenaga kerja yang bekerja di industri sawit mencapai 8,2 juta orang.

Tiga juta orang di antaranya adalah petani sawit (usaha keluarga). Karena itu, apabila Indonesia takluk dan termakan jargon internasional mengenai deforestasi, keadaan ini bak kolonialisme model baru.

New Colonialism yang akan terjadi. Sebetulnya ini disebabkan karena di antara kita ada yang senang mendapatkan pujian internasional,” kata Petrus.

“Namun, mereka lupa dengan kenyataan banyaknya kemiskinan dan pengangguran di negeri kita,” pungkasnya. (Ts/-Th)

Baca juga: Alumnus Magister Manajemen UGM Tempati Jabatan Direktur Utama PT Angkasa Pura Properti