Pakar Virologi UGM: Indonesia Jangan Terges-gesa Mengedarkan Vaksin

691

Baca juga: Beragam Inovasi Ganjar Pranowo yang Membuat Jateng Diganjar Juara 1 Provinsi Terinovatif 2020

Data terkait durasi dari imunitas yang diinduksi vaksin sampai sekarang belum bisa diakses oleh Indonesia.

Jika melihat infeksi alami dari SARS Cov-2, ternyata infeksi tersebut tidak menginduksi antibodi yang sifatnya jangka panjang, bahkan dalam beberapa bulan kadar antibodinya sudah berkurang.

Apabila durasi imunitas yang diinduksi vaksin tidak bersifat jangka panjang, berarti Indonesia perlu menggantinya dengan vaksin yang lebih aman.

Sebagai akademisi, Saifudin berharap pemerintah tidak hanya memperhatikan masalah biaya, tetapi juga dari sisi Evidence Based Medicine (EBM).

Termasuk memastikan vaksin telah melalui semua tahap uji klinis, serta yakin terhadap data potensi safety dan efficacy-nya dan siap menyampaikan informasi secara terbuka vaksin kepada publik dengan komunikasi yang tepat.

Baca juga: Hal yang Harus Terus Dilakukan Sebelum Vaksin untuk Covid-19 Tiba

“Jangan merasa yakin dulu terhadap vaksin yang sudah diperoleh. Sebab, sampai saat ini data mengenai efektivitas vaksin juga belum diketahui. Berkaca dari pengembangan vaksin untuk penyakit baru, apalagi penyakit yang kompleks, biasanya sulit mencapai efektivitas hingga 90 persen.”

“Prediksinya mungkin hanya sekitar 60-70 persen. Artinya jika kita mengimunisasi 100 orang, ternyata yang kebal terhadap Covid-19 hanya 60-70 orang saja. Dengan demikian, cakupan imunisasi untuk bisa memastikan adanya kekebalan kelompok (herd immunity) itu harus tinggi.”

“Bila efektivitas vaksin tidak mencapai 100 persen, maka yang harus kita imunisasi bisa sampai 90 persen dari jumlah total penduduk Indonesia,” tegasnya.(Kn/-Th)

Baca juga: Upaya Pengabdian Masyarakat Tim Peneliti Fakultas Biologi UGM dalam Mitigasi dan Penanganan Covid-19