Okky Madasari Jadikan Novel sebagai Pengingat Masalah yang Ada di Sekitar Masyarakat

618

Baca juga: KAGAMA Bali Siap Salurkan 10 Ribu Masker dari Satgas Covid-19

Pada fase inilah Okky menyadari bahwa ruang jurnalistik tidak cukup untuk menampung ekspresi kritik dan suara dia.

“Jurnalistik adalah cinta pertama saya. Tetapi ada keterbatasan ruang. Ada keterbatasan ketika kita menggunakan long journalistic,” kata Okky.

“Dari sisi space sudah sangat terbatas, dari sisi apa yang mau disampaikan sudah sangat terikat dengan rule jurnalistik dengan agenda media.”

“Sementara di karya sastra memberi kebebasan sepenuhnya kepada saya untuk mengekspresikan apa pun,” sambung sosok yang lahir pada 10 Oktober 1984 tersebut.

Alhasil, Okky memutuskan terjun sebagai novelis dan mulai menulis fiksi.

Baca juga: Kata Alumnus: Ilmu Biologi Penting untuk Menyelesaikan Berbagai Persoalan Pembangunan

Tentu dengan proses mengejar ketertinggalan dengan membaca berbagai karya sastra terlebih dahulu.

“Pada 2010, novel pertama saya (berjudul Entrok) terbit. Kala itu usia saya belum 26 tahun,” ujar Okky.

“Mulai dari situ saya terus menerbitkan novel, tulisan nonfiksi di berbagai media. Karena saya seorang scholar, saya juga menelurkan tulisan-tulisan akademik,” jelasnya.

Bagi Okky, cerita dalam novel bukan sekadar hiburan. Namun, menawarkan alternatif cara pandang baru.

Cara pandang yang bisa mengusik kegelisahan dan mengingatkan pembaca bahwa ada problem di sekitar masyarakat.

Baca juga: Pelajaran Berharga yang Diperoleh Suwarni dari Fakultas Kehutanan UGM