Menyulap Kawasan Kriminal Menjadi Ramah Anak melalui Tanoker

268

Pemberdayaan Masyarakat Ledokombo

Perkembangan Ledokombo tidak hanya behenti sampai penyediaan fasilitas penginapan. Para tamu selalu penasaran dengan makanan atau kue-kue khas dari Ledokombo. “Ya sudah, ibu-ibu diberikan pelatihan untuk membuat kue-kue khas bagi para tamu,” terangnya dalam logat Madura yang khas.

Ibu-ibu yang sebelumnya sudah bisa membuat kue, kemudian diajarkan supaya menghasilkan kue yang sehat, alami, dan higienis. Setelah mendapat pelatihan dan bisa membuat kue, ibu-ibu selanjutnya memiliki spesialisasi di kue-kue tertentu.

“Apabila tamu ingin memakan kue A, maka bisa menghubungi ibu A. Jika ingin kue B, maka dihubungkan ke ibu B,” tambahnya.

Dengan adanya spesialisasi ini lebih memudahkan Supo untuk menghubungkan keinginan para tamu dengan produsen kue yang sesuai. Pria yang biasa memakai pakaian madura dan berambut gondrong ini juga mengakui hasil dari penjualan makanan khas sangatlah menguntungkan, dan cukup digunakan untuk kebutuhan sehari-hari.

Warga juga memproduksi makanan sebagai oleh-oleh pengunjung, seperti kopi dan rengginang. Dengan dihasilkannya kopi, kemudian mendorong diadakannya pesantren kopi yang memiliki kebun-kebun kopi beserta proses pengoahannya.

Apabila pengunjung berkenan untuk belajar menyangrai kopi, maka bisa diarahkan untuk mengambil paket wisata sangrai. Dis ana pengunjung dapat langsung melihat proses sangrai dan pengolahan kopi.

Selain kopi, Pria kelahiran Jember, 9 Juli 1963 ini menyebutkan bahwa Ledokombo juga memiliki area sawah yang diberi nama Pasar Lumpur. Pengunjung juga dapat menikmati outbond gratis di tengah sawah.

Untuk memanfaatkan kehadiran pengunjung yang beraktivitas di Pasar Lumpur, warga banyak yang berjualan di sekitar area ini. Selain itu, anak-anak yang bisa menari dengan baik diperbolehkan menari atau bermain di sekitar area ini.

Suasana Ledokombo semakin dimeriahkan dengan sering diadakannya lomba-lomba seperti melukis, memasak, atau sholawatan yang biasanya diadakan pada saat bulan puasa. Supo menjelaskan pula bahwa dalam waktu kurang dari satu tahun ini, Ledokombo tengah mengembangkan batik egrang. Batik ini bermula dari anak lulusan SMK yang memiliki ketertarikan dengan batik. Lalu ia  didorong untuk menjadi pelopor batik egrang.

Meskipun masih terbilang baru, sudah disediakan paket wisata batik dan ada rombongan yang telah merencanakan untuk belajar batik di Ledokombo. “Kemarin saat acara UGM Award sebetulnya saya membawakan batik egrang untuk Pak Rektor. Tapi malah ketinggalan di hotel, ya sudah tidak jadi,” ucapnya.(Tita)