Menyantap Tongseng Legendaris Khas Bantul Tanpa Khawatir Darah Tinggi dan Kolesterol

1202

Baca juga: Rika Fatimah: Pandemi Covid-19 Mengembalikan Fitrah Bisnis yang Memanusiakan Manusia

Sementara daging ayamnya memiliki tekstur lembut, disajikan tanpa tulang dan sedikit lemak. Sebelumnya, daging ayam sudah melalui proses pelunakan.

Satu porsi tongseng ayam disajikan lengkap dengan lalapan tomat dan daun kol, beserta satu piring nasi.

Bagi yang memesan tongseng pedas, jangan khawatir lidah akan “terbakar”, karena begitu dicampur dengan nasi rasa pedasnya akan berkurang.

Selain menghadirkan menu tongseng ayam, Tongseng Ayam Kampung Sudimoro juga menawarkan makanan pendamping berupa tempe koro, yang menjadi rebutan para pembeli.

Ada pun makanan pendamping lainnya seperti lumpia, pisang goreng, tempe benguk goreng, dan kerupuk.

Baca juga: Strategi Bupati Jebolan UGM untuk Memulihkan Perekonomian Kubu Raya Secara Aman

Tongseng Ayam Kampung Sudimoro ternyata sudah didirikan sejak 1967 oleh almarhumah Mugirah dan kini dikelola oleh cucunya.

Mugirah sengaja membuat tongseng dan gulai dengan daging ayam, supaya orang yang menderita darah tinggi dan kolesterol tetap bisa menikmati tongseng dan gulai tanpa khawatir penyakitnya kambuh.

Meskipun sudah mencapai lebih dari usia emasnya, warung Tongseng dan Gulai Ayam masih mempertahankan konsep warung yang sederhana dan tetap merakyat.

Terlebih lagi, pemilik masih memasaknya dengan alat tradisional. Hal ini sekilas tampak menampilkan sejarah kehidupan ekonomi dan perjuangan warga Bantul bertahan hidup di zaman dulu.

Satu porsi tongseng dan gulai hanya dihargai Rp10 ribu. Warung buka setiap hari pukul 08.00-15.00 WIB. Jika ingin menyantap untuk makan siang, kamu harus bersabar mengantre. (Kn/-Th)

Baca juga: Kepala Puspar UGM Sebut Cara Agar Wisatawan Mancanegara Mau Kunjungi Indonesia Pasca Corona