Menulis Jurnal Internasional untuk Ilmuwan ‘Jaman Now’

875

Baca juga: Turunkan Gejala Depresi dengan Terapi Menulis

Kertas ilmiah dapat ditulis oleh penulis tunggal (single author) tapi juga dengan penulis lainnya (co-authoring) multidisiplin dari berbagai macam ilmu.

Sementara itu, Ida Fajar menyampaikan bahwa menulis merupakan kegiatan penulis di fase invisible college.

Tidak hanya menulis kertas ilmiah, tetapi juga dapat berupa skripsi, thesis, disertasi, dan lainnya.

Pada fase ini, penulis seperti sedang tidak mengerjakan kegiatan apapun.

Namun sebenarnya, penulis sedang merancang konsep, melakukan tinjauan pustaka, maupun memberikan jeda untuk selanjutnya membaca ulang hasil tulisannya.

Baca juga: Tiga Dosen UGM yang Produktif Menulis Fiksi

“Melalui buku ‘Menulis dan Menerbitkan Kertas Ilmiah di Jurnal International’, penulis dapat melakukan langkah-langkah pada fase tersebut dengan cukup jelas, dan buku ini cukup ringan dan kecil untuk dapat dibawa kemanapun sehingga dapat dibaca kapanpun dan dimanapun,” ungkap Ida Fajar.

Hampir sama dengan pembedah lainnya, Rohyanti juga memberikan pendapat yang serupa.

Ia mengungkapkan bahwa buku ini merupakan panduan untuk memulai proses kepenulisan dan membuat rancangan kertas ilmiah, untuk menjadi sebuah naskah kertas ilmiah yang siap dikirim ke jurnal internasional.

“Buku ini kecil, tetapi ‘berat’, karena selain mudah dibawa kemanapun dengan bentuknya yang kecil dan cukup tipis, namun di dalam buku ini berisi penjelasan bagaimana cara menyusun sebuah tulisan yang terstruktur dengan baik dan konprehensif hingga  layak menjadi sebuah tulisan yang siap untuk diterbitkan di jurnal internasional,” pungkas Rohyanti.

Ilmu Pengetahuan adalah Mahal

Rohyanti melanjutkan, buku ini disusun berdasarkan dari hasil pengalaman penulis selama menulis dan mengirim tulisan ke jurnal internasional.

Beberapa istilah dari buku ini yaitu BS2, DAVID, dan VERSUS merupakan salah satu poin yang menarik untuk pembaca ‘jaman now’.

Beberapa pertanyaan yang menarik muncul dari para peserta yang hadir, salah satunya Felix, mahasiswa S1 Universitas Sanata Dharma yang menanyakan tentang mengapa jurnal harus dikomersialisasikan.

Menurutnya, hal itu sama saja dengan menominakan ilmu pengetahuan dan kenapa jurnal di Indonesia tidak bisa disejajarkan dengan jurnal internasional.

Selanjutnya ada dari Endah Choiriyah, pengurus Jurnal Sain Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan UGM, yang menanyakan bagaimana cara pemilihan jurnal internasional yang baik dan tidak masuk ke dalam blacklist DIKTI.

Baca juga: Kalam, Ruang Ilmu di Ujung Desa

Rika menyampaikan bahwa Jurnal memang harus komersil, karena ilmu pengetahuan adalah mahal.

Bukan berarti ilmu dapat dinominalkan, tetapi kerja keras akademisi dan peneliti haruslah dapat diapresiasi.

Selain itu, jurnal internasional, terutama yang bereputasi, harus menjaga kualitas kertas ilmiah yang diterbitkan agar angka sitasi jurnal tersebut tinggi.

Terkait jurnal Indonesia yang tidak disejajarkan dengan jurnal internasional, hal ini disebabkan para akademisi dan peneliti di Indonesia masih berpikir untuk menerbitkan karya pertama mereka di jurnal internasional sebagai prestige.

Namun, hal tersebut kurang tepat dilakukan karena apabila akademisi atau peneliti tersebut mengeluarkan kertas ilmiah yang kedua di jurnal nasional dan men-sitasi kertas ilmiahnya yang pertama, maka akan menambah sitasi jurnal pertama yang ditujunya, bukan jurnal nasional.

Baca juga: UGM Press Jalin Kerja Sama dengan Tokopedia, Tingkatkan Penjualan Buku Asli

“Salah satu cara untuk dapat menaikkan sitasi jurnal nasional adalah dengan mengirimkan ketas ilmiah ke jurnal nasional terlebih dahulu kemudian baru mengirimkan kertas ilmiah berikutnya di jurnal internasional dengan mensitasi jurnal nasional, dengan demikian sitasi jurnal nasional akan naik,” ungkap Rika.

Oleh sebab itu, diharapkan dapat menjadikan Indoensia sebagai rujukan dunia melalui silaturahim penulisan ilmiah.

Menjawab pertanyaan lainnya terkait cara pemilihan jurnal internasional, yang bebas dari blacklist DIKTI dan paling mudah adalah dengan melihat jurnal internasional yang dilanggan oleh Perpustakaan Universitas.

Kemudian dengan melihat jurnal-jurnal pada gudang data jurnal seperti scimagojr maupun wos (web of science), serta yang paling utama adalah melihat daftar jurnal atau penerbit yang termasuk dalam ‘daftar terlarang’ yang diterbitkan oleh DIKTI.

“Meskipun buku ini kecil dan ringan, tetapi isi yang terkandung di dalamnya sangat besar manfaatnya, terutama bagi akademisi dan peneliti yang baru menulis kertas ilmiah dan/atau yang telah mengalami ‘penolakan’ dari jurnal tujuan,” ujar Rika. (Kinanthi)

Baca juga: Diet Media Sosial yang Kita Butuhkan