Mengenang Tony Prasetiantono, Sang Jazzer Sejati

852

Pengalaman pahit menanggung rugi tak menyurutkan Tony. Setelah EJL I 1987, Tony melanjutkan sendiri. Saat itu ia dosen baru satu tahun diangkat di almamaternya.

Kenekatan Komisaris Independen PT Bank Permata Tbk ini pada hajatan jazz karena didasari dari passion pada musik jazz serta pengamatannya pada live show jazz yang masih langka di Yogyakarta.

Tetapi, sebenarnya ia juga cemburu pada Universitas Indonesia yang sudah punya hajatan Jazz Goes to Campus sejak 1978. Jadi, bisa dibilang, ia termotivasi sekaligus terinspirasi.

Perhelatan EJL pun digelar tiap tahun. Sampai Tony mencapai titik jenuh pada 2010. Lalu, ia mengundang musisi internasional pada 2011.

Suami dari Eva Supita Dewi (46) ini akhirnya tertarik mengundang Michael Paulo, pemain saxophone yang pernah ditontonnya di sebuah konser saat summer (musim panas) di Philadelphia, Amerika Serikat pada 1990. Lagi-lagi, Tony menanggung rugi.

“Saya salah strategi juga. Saya suka Paulo tapi orang lain nggak ngerti Paulo. Akhirnya saya pikir harus mendatangkan artis asing tapi juga dikenal. Nggak boleh mentang-mentang kita yang suka. Pertunjukan itu kan untuk orang lain,” cetus ayah dari putri tunggal, Meidyana Sashaputri (19), mahasiswi IUP Manajemen FEB UGM.

Setelah itu Tony mengundang David Benoid bersama Raisa pada 2012. Lalu, mengundang Kasiopea dari Jepang pada 2013. Pada 2018 lalu, Tony mengundang pianis legendaris Bob James, Ruth Sahanya, Candra Darusman, dan vokalis muda Kunto Aji.

“Mimpi saya bisa menghadirkan artis dunia di Yogya. Bagaimana orang Yogya bisa mengakses pertunjukan hebat. Tak perlu ke Jakarta. Tiket terjangkau. Saya harus cari sponsor untuk membantu. Sekarang 65%  sampai 70% biaya ditutup sponsor. Penonton hanya dibebani 30%. Itu kuncinya,” ungkap Tony.

Kini, promotor musik Jazz itu berpulang. Pria kelahiran Muntilan, Jawa Tengah ini dikabarkan meninggal dunia di Rumah Sakit MMC Jakarta pada Rabu pukul 23.30 WIB. Tony meninggal dunia di usia ke-56 karena sakit.

Kepergian Tony meninggalkan sumbangsihnya di jagad pergelaran musik jazz. Genre musik yang kerap dicap elit dan kaya ini, berkat ikhtiar panjangnya, dapat dinikmati oleh masyarakat Jogja, khususnya para mahasiswa yang notabene berkantong cekak.

Jenazah akan dimakamkan di Pemakaman Sawitsari UGM pada Jumat 18 Januari 2019 pukul13.00 WIB. Jenazah disemayamkan di rumah duka Kompleks Pesona Merapi J7-8, Ngaglik Sleman, Yogyakarta.(TH/RTS)