Mengenal Suporahardjo, Sosok di Balik Tanoker yang Ramah Anak

1687

Supo menceritakan bahwa semasa kuliah dirinya aktif di pers mahasiswa (Persma), Balairung bagian redaksi pada akhir 80-an. Menurutnya, persma pada masa itu sangat jaya karena mahasiswa mau mencari tambahan dana dari para alumni.

“Dulu saya pergi sampai ke Jakarta untuk cari alumni yang kaya. Alasannya mau wawancara mereka, tapi ujung-ujungnya minta uang saku”, ungkapnya sambil tertawa. Dengan kegiatannya ini, biasanya Supo bisa meninggalkan kuliah hingga berminggu-minggu.

Meninggalkan kuliah demi kegiatan seperti Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) rupanya sudah dianggap lumrah. Supo yang kuliah di UGM selama 9 tahun ini bercerita bahwa mahasiswa yang lulusnya cepat justru akan ditertawakan oleh Rektor. Berbeda dengan anak sekarang yang dituntut untuk lulus cepat.

Pria yang mengaku senang nongkrong di Perpustakaan Kependudukan ini juga aktif mengirimkan tulisannya ke surat kabar. Supo biasanya mendapat bayaran sebanyak 25.000 dari tulisannya yang dimuat di koran lokal.

“Kalau ada dosen tamu dari luar biasanya saya ikuti, nanti saya wawancara. Makannya saya lulusnya sampai lama”, kenangnya.

Selain di Persma, Supo juga aktif di Fakultas Kehutanan. Boleh dibilang, relasinya pun luas hingga seluruh Indonesia. Ia mengaku pernah menjadi trainer dan mediator dalam aspek konflik.