Mengapa Remaja Melakukan Klithih di Yogyakarta?

613
Dari waktu ke waktu, aksi klithih semakin berkembang dan membahayakan. Foto: medcom.id
Dari waktu ke waktu, aksi klithih semakin berkembang dan membahayakan. Foto: medcom.id

KAGAMA.CO, BULAKSUMUR – Sampai saat ini, klithih masih ramai dibicarakan, karena aksinya yang beberapa kali memakan korban jiwa.

Klithih merupakan istilah emic yang menjelaskan perilaku kekerasan di kalangan pelajar Yogyakarta.

Sebagai daerah yang menjadi barometer pendidikan di Indonesia, Yogyakarta justru belum lepas dari dunia pelajar yang disuguhi oleh berbagai aksi berlabel negatif.

Agitia Kurniati melihat bahwa kenakalan remaja yang saat ini terjadi mengarah pada aksi premanisme.

Menurutnya, fenomena ini bertolak belakang dengan keberadaban pendidikan.

Ciri Khas Remaja Klithih

Klithih dipahami sebagai perilaku sekelompok pelajar SMP atau SMA yang tergabung dalam geng sekolah, dan berkeliaran menggunakan motor,” tulis Agitia dalam tesisnya yang berjudul Geng dan Kekerasan: Konformitas dalam Fenomena Klithih di Yogyakarta tahun 2018.

Remaja yang melakukan klithih masing-masing mempunyai peran.

Ada joki yang bertugas mengendarai motor.

Kemudian fighter yang bertugas melakukan eksekusi kekerasan terhadap musuh.

Ada pun ciri khusus remaja yang terlibat dalam aksi klithih, biasanya aksi ini diakomodir oleh idividu yang tergabung dalam geng sekolah.

Dalam prosesnya, remaja yang tergabung sebagai anggota geng sering menghabiskan waktu di tempat tongkrongan yang sama.

Proses Terlibat dalam Anggota Geng

“Ajakan dari teman sebaya maupun kakak kelas yang sudah dikenali merupakan hal yang mendasari keputusan individu untuk terlibat dalam geng,” jelas alumnus S2 Psikologi UGM itu.

Mengacu dari pemikiran seorang ahli, Agitia menyatakan bahwa keterlibatan remaja dalam geng dapat mengubah emosi, sikap, dan perilakunya.

Geng dapat menawarkan sense of belonging (perasaan keterlibatan) kepada remaja yang memiliki ‘kerentanan’.

Kondisi rentan ini berasal pandangan terhadap perhatian orang tua, nilai akademis, institusi sekolah, atau internalisasi nilai-nilai yang diberikan oleh geng.

Di sisi lain, keterlibatan ini dipengaruhi adanya ketidakstabilan emosi yang mendorong remaja menyesuaikan diri dengan situasi barunya.

Bersamaan dengan itu, aktifnya hubungan pertemanan, membuat remaja menilai bahwa hubungan yang dibangun dengan teman sebaya adalah hubungan yang penting.