Melihat Sawit dari Dekat, Primadona yang Teraniaya

759

Mengelola Hutan Sawit

Dalam kunjungan ke hutan sawit seluas 2.500 hektar itu, Prof. Sambas melihat upaya NSP dalam perawatan lingkungan. Pakar agroforesti sekaligus guru besar Fakultas Kehutanan itu melihat ciri khas perawatan lahan sawit layaknya merawat hutan.

Tumbuhan liar di sekeliling tanaman sawit dibiarkan tumbuh sebagai fungsi biomas dan pupuk. Pemenuhan regulasi seperti adanya parit-parit untuk menjaga ekosistem, lahan gambut kategori tertentu yang tidak boleh disentuh, bahkan pembentukan plasma-plasma dengan mengajak masyarakat sekitar juga dipenuhi oleh perusahaan.

Menurut Sambas, secara umum masyarakat Kalimantan Tengah dulu belum pernah merasakan kesejahteraan. Program kehutanan yang pernah ada, dulu uangnya lari ke perusahaan. Begitu juga dengan pertambangan.

Pemupukan menggunakan limbah tanaman sawit.(Foto: Nabil)
Pemupukan menggunakan limbah tanaman sawit.(Foto: Nabil)

“Tapi dengan sawit ini rakyat bisa ikut merasakan. Jadi hutan konservasinya harus tetap dijaga, supaya sama-sama jalan. Persoalan lain, ada ketentuan dari pemerintah bahwa 30 persen dari wilayah harus berwujud hutan. Definisi hutan ini yang perlu ditinjau ulang,” paparnya.

Tuti juga mengemukakan pendapat serupa. Sembari mengamati kolam-kolam dan deretan tandan kosong yang dijadikan sebagai pupuk tanaman, Tuti mengungkapkan bahwa pada dasarnya lahan gambut bisa menyusut.

Namun bagi pakar Hidrologi Hutan UGM ini, terdapat rekayasa pengelolaan seperti yang tengah ia amati di lapangan.

Kolam-kolam yang dibuat di sekitar tanaman merupakan upaya yang dilakukan perusahaan untuk menjaga ekosistem.

Rekayasa teknologi seperti pemasangan pipa-pipa air yang diolah dari limbah, dan disalurkan pada kolam-kolam pengelolaan limbah dan drainase merupakan ikhtiar untuk menjaga air tanah.