Melihat Peluang Ketahanan Pangan dari Modal dan Potensi Terkini Hutan Indonesia

441

Baca juga: Apa Kata Guru Besar Farmasi UGM soal Pemakaian Obat Remdesivir pada Pasien Covid-19?

“Kita juga harus melihat hutan itu tidak hanya dari nilai ekonomi produknya saja. tetapi, juga nilai ekonomi dari jasa lingkungan yang tak tergantikan. Inilah tantangan kita untuk memberikan valuasi terhadap jasa lingkungan,” jelasnya.

Belinda menyebut, Ruang Lingkup UU No.41/1999 Kehutanan tentang Pengurusan Hutan tertuang beberapa poin inti. Antara lain perencanaan, pengawasan, pengelolaan, serta litbang dan diklatluh.

Untuk perencanaan sektor kehutanan sebetulnya sudah banyak, di antaranya, Nationally Determined Contribution (NDC) sampai pada 2030, Rencana Tingkat Kehutanan Nasional (RKTN) 2011-2030, dan Rencana Strategis 2020-2024.

NDC merupakan komitmen Indonesia ke dunia internasional, terkait penurunan emisi dari 29 persen hingga 41 persen.

Sektor kehutanan Indonesia mempunyai tanggungan 17,2 persen sampai 23 persen. Angka ini merupakan 60 persen dari total komitmen Indonesia.

Baca juga: Ekandari Sulistyaningsih Bagikan Tips agar Canthelan Berumur Panjang

“Dari sini kita bisa melihat bahwa beban yang diberikan kepada sektor kehutanan termasuk gambut cukup besar, karena 60 persen berada di sektor ini,” terangnya.

Sementara itu, mengenai target aksi mitigasi sektor kehutanan <0,45 ha/tahun-0,325 Mha/tahun di 2030, KLHK memprioritaskan penurunan deforestasi.

Lalu peningkatan penerapan prinsip pengelolaan hutan berkelanjutan, baik hutan alam maupun hutan tanaman.

Selanjutnya, KLHK juga merencanakan rehabilitasi 12 juta ha lahan terdegradasi pada 2030 atau 800.000 ha/tahun dengan tingkat kesuksesan sebesar 90 persen.

Terakhir, rehabilitasi 2 juta ha gambut pada tahun 2030 dengan tingkat kesuksesan sebesar 90 persen.

Baca juga: Ini Pasal di UU Cipta Kerja yang Bertentangan dengan Dunia Pendidikan