Melihat Peluang Ketahanan Pangan dari Modal dan Potensi Terkini Hutan Indonesia

440

Baca juga: Sumbangsih Pemikiran Warga KAGAMA untuk Wujudkan Indonesia 4.0 pada Aspek Keberlanjutan dan Energi

Kata dia, luas dataran rendah semakin berkurann. Di saat yang sama luas hutan juga berkurang sedikit demi sedikit, dari tahun 1990-2019.

“Bicara soal modalitas perencanaan, luas daratan Indonesia yang mencapai 187 juta ha, 94 juta ha di antaranya adalah hutan Indonesia.”

“Hutan itu pun masih dikategorikan lagi ke dalam hutan primer dan sekunder, serta hutan tanaman,” ungkap lulusan University of Twente, Netherland ini.

Sementara bagian non hutan, kata Belinda, sebetulnya masih bisa dimanfaatkan karena lahan ini masuk area tidak produktif, dalam hal ini tidak langsung menghasilkan.

Menurutnya, jika ingin meningkatkan ketahanan pangan, maka area non produktif ini perlu menjadi perhatian utama.

Baca juga: Wayang Potehi, Seni dari Tiongkok yang Dipentaskan Hingga ke Pondok Pesantren

Setelah melihat data dan informasi yang valid, serta modalitas yang ada, Belinda mengajak semua pihak untuk melihat nilai ekonomi dari sebuah lingkungan.

Dari landscape suistainability yang Belinda paparkan, untuk mencapai fungsi pelestarian lingkungan hidup, kita harus melihat daya dukung dan daya tampung dari wilayah tersebut.

“Jadi kalau ada project suistainability pasti akan berdampak pada lingkungan sekitarnya. Urusan baku mutu lingkungan dan kriteria kerusakan terhadap daerah sekitarnya, menjadi sesuatu yang harus diperhatikan,” tutur alumnus Fakultas Kehutanan UGM ini.

Belinda menilai, lingkungan adalah satu kesatuan landscape, tidak hanya bisa dilihat secara parsial.

Untuk itu, nilai ekonomis yang harus dicermati yakni insentif dan disinsentif. Belinda menilai harus ada upaya agar alam ini bisa dimanfaatkan tanpa merusak dan bisa memberikan nilai ekonomi.

Baca juga: Alumnus Fapet UGM Ini Bantu Sejahterakan Peternak Indonesia Lewat Agropreneur