Mahasiswa UGM Jelaskan Cara agar Keanekaragaman Hayati Indonesia Tidak Dicuri Asing

938
Ada sebuah protokol yang bisa digunakan untuk melindungi keanekaragaman hayati Indonesia. Foto: Public Eye
Ada sebuah protokol yang bisa digunakan untuk melindungi keanekaragaman hayati Indonesia. Foto: Public Eye

KAGAMA.CO, BULAKSUMUR – Mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum UGM, Tri Rusti Maydrawati mengatakan terdapat kerentanan praktik biopiracy negara asing terhadap Indonesia.

Secara sederhana, biopiracy adalah tindakan mengklaim, mencuri, dan mengeksploitasi keanekaragaman yang dimiliki oleh suatu negara.

Indonesia rentan atas praktik ini mengingat statusnya sebagai negara dengan keanekaragaman hayati tertinggi kedua (lebih dari 5,1 juta) di dunia setelah Brasil.

Tri mengatakan, kasus sebelumnya melibatkan perusahaan kosmetik asal Jepang yang hendak mematenkan beberapa tumbuhan dan rempah Indonesia.

Hal itu seperti kayu rapet, kemukus, tempuyung, belantas, mesoyi, pule, pulowaras dan sintok. Beruntung bagi Indonesia, upaya Jepang untuk mematenkan komoditas tersebut dibatalkan.

Tri, yang tak ingin kasus serupa kembali terjadi, memandang ada satu prinsip hukum yang bisa menjadi tameng bagi Indonesia.

Prinsip itu adalah Prior Informed Consent (PIC) protokol Nagoya yang dapat mencegah eksploitasi dan melindungi keanekaragaman hayati dari praktik biopiracy.

Mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum UGM, Tri Rusti Maydrawati. Foto: Humas UGM
Mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum UGM, Tri Rusti Maydrawati. Foto: Humas UGM

Baca juga: SARBER KAGAMA Balikpapan yang Hasilkan Ide Cemerlang dan Bikin Suasana Makin Gayeng

“Prinsip PIC protokol Nagoya merupakan bentuk kedaulatan negara atas sumber daya yang dimilikinya,” kata Tri, dalam ujian terbuka promosi doktor di Fakultas Hukum UGM, Kamis (30/1), melansir laman resmi UGM.

“Di dalam aturan PIC tersebut, terdapat sejumlah pengakuan terhadap keberadaan hak-hak masyarakat dan adanya upaya meminimalkan praktik biopiracy,” jelasnya.

Dosen Universitas Hang Tuah ini menerangkan, implementasi PIC protokol Nagoya telah diakomodasi ke dalam hukum Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dan hukum lingkungan terhadap pencegahan biopiracy. 

Bahkan telah termaktub dalam dalam UU No 11 tahun 2013.

Kendati demikian, keawaman masyarakat terhadap aturan PIC tersebut membikin praktik biopiracy tetap eksis.

“Untuk itu diperlukan adanya sosialisasi ke masyarakat adat dan komunitas lokal, perguruan tinggi, dan pemerintah daerah tingkat paling bawah,” ucap Tri.

Tri menilai, praktik biopiracy di Indonesia kemungkinan muncul lantaran datangnya peneliti asing.

Baca juga: Pesan-pesan Almarhum Gus Solah kepada Presiden Jokowi