Langkah G2R Tetrapreneur Perkuat BUMDesa di Masa Adaptasi Kebiasaan Baru

691

Baca juga: Sastromoeni Meriahkan Hari Ulang Tahun ke-31 Jaringan Kekerabatan Antropologi Indonesia

“Selain itu, komunikasi nilai juga dapat diartikan sebagai inovasi gotong royong dan kewirausahaan desa dalam menciptakan produk-produk berkaliber ikonik global,” ujar dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM itu.

Gotong royong kewirausahaan desa ‘ala’ G2R Tetrapreneur, kata Rika, bukan hanya seputar pengentasan kemiskinan, jual beli, atau tujuan jangka pendek lainnya.

Tetapi, kata Rika, desa harus visioner dan melibatkan berbagai unsur dalam pembangunannya. Mulai dari organisasi Desa, pemerintah Desa, Pemerintah Kabupaten, Pemerintah Provinsi, hingga Pemerintah Pusat.

Seperti dalam bidang pemasaran, kegiatannya kini bergeser dari konvensional (tatap muka) ke digital.

Menurut Rika, terdapat tiga 3 hal yang harus menjadi perhatian setiap pelaku usaha dalam melakukan digital marketing.

Baca juga: Anwar Sanusi Jelaskan 3 Langkah Kemendesa PDTT untuk Pemulihan Ekonomi Nasional

Pertama, kapasitas digital yang dimiliki oleh setiap pelaku usaha. Aktor utama atau pemain inti dari sebuah usaha tetaplah pelaku usaha dan platform online hanyalah alat pendukung.

Kedua, kunjungan dan pemeliharaan yang dilakukan secara rutin untuk memberikan kepastian (assurance) bahwa pelaku usaha serius dengan usahanya, serta selalu memperbarui tampilan produk sehingga tetap terlihat baru dan menarik.

Terakhir adalah keterbukaan pelaku usaha kepada konsumennya.

Dalam menghadapi adaptasi kebiasaan baru, G2RT menerapkan empat strategi sesuai dengan menyesuikan pada empat pilarnya.

Keempat pilar tersebut yaitu Tetra 1 (penciptaan rantai tertutup), Tetra 2 (strategi bisnis dan proyeksi pasar), Tetra 3 (distribusi produk unggulan), dan Tetra 4 (branding produk).

Baca juga: Relawan Canthelan Alumnus Agribisnis UGM: Berbagi karena Kemauan, Bukan Kemampuan