KRA Pringgalaya, Sang Pembuka Era Monarki Parlementer Kasunanan Surakarta

1353

Baca juga: Bantu Masyarakat Terdampak Covid-19 Saat Lebaran, KEFEGAMA Sumut Bagikan Parsel Produk UMKM

“Sudah berkali-kali Patih Pringgalaya berkunjung ke Tamasek Singapura. Beliau juga pernah datang ke India, Tiongkok, Mesir, Bagdad, dan Turki,” jelas pria kelahiran 1971 ini.

Sebelum diangkat jadi patih, KRA Pringgalaya pernah menimba ilmu di Turki selama satu tahun. Tepatnya di Universitas Teknik Istanbul pada 1738.

Dalam masa-masa menuntut ilmu, Patih Pringgalaya kerap menggelar pentas seni tari.

Saat Raja Wazin Agung Damad Ibrahim Pasya merayakan ulang tahun, sang patih membuat kesan mendalam dengan tari gagahan kiprah.

Tari itu diiringi dengan gending bendrong laras pelog. Dari situlah terjalin persahabatan erat antara Kesultanan Mataram dengan Kesultanan Ustmaniyah Turki.

Bahkan kata Purwadi, Pringgalaya sudah dianggap saudara sendiri oleh Kesultanan Ustmaniyah Turki. Kala Pringgalaya diangkat jadi patih, dukungan dari Turki berdatangan.

“Sumbangan finansial dari Turki pun mengalir deras. Tenaga ahli dari Universitas Teknik Istanbul dikirim ke Mataram,” ujar Purwadi.

Baca juga: Cerita Ketua KAGAMA Malang Saat Kuliah di Jurusan Sulit Sambil Jualan Handuk

“Mereka membawa karpet, emas, perak, intan, ragam kerajinan. Tujuannya supaya kerja Pringgalaya sukses gemilang,” terang Dosen Fakultas Bahasa dan Seni UNY tersebut.

Bekal ilmu relasi itu juga yang memuluskan langkah Pringgalaya untuk memindahkan ibu kota sekaligus kraton Kesultanan Mataram dari Kartasura menuju Surakarta pada 1745.

Menariknya, sang patih juga memperoleh jodoh dari jalinan relasinya dengan Turki.

Dialah Rubingah Pasya, bangsawan Kesultanan Turki yang kemudian diberikan nama Sekar Moncowati oleh Sinuwun Paku Buwono II.

Adapun peninggalan Pringgalaya yang masih bisa dirasakan hingga sekarang adalah pemukiman di Pasar Kliwon, Pasar Gedhe, dan Pasar Paing.

Menurut Purwadi, peninggalan-peninggalan tersebut adalah jerih payah sang patih. Yakni dalam menarik investor dunia untuk melakukan kegiatan usaha barang dan jasa di kawasan Surakarta.

“Jasa besar Patih Pringgalaya pantas dikenang dan dihargai. Trah Mataram mengenang dan menulis perjuangan Patih Pringgalaya dengan tinta emas,” pungkas Purwadi. (Ts/-Th)

Baca juga: Banyak Perempuan Abaikan Hoaks di Grup WhatsApp, Mengapa?