Baca juga: Presiden Jokowi Dijadwalkan Hadiri Munas Kagama 2019
Satu tahun kemudian, berdirilah bangunan wisma tahap I yang terdiri dari 5 joglo berukuran 7×7 m di atas tanah seluas 57 x 110 m.
Setelah jeda waktu yang cukup panjang, pada 1985 Yayasan KAGAMA Pusat menetapkan iuran wajib per tahun Rp10.000.
Tak lama setelah itu, diletakkan lagi batu pembangunan wisma tahap II pada 1986.
Kali ini akan dibangun pendapa berukuran 24 x 36 m.
Pembangunan ini dikawal oleh Ir. Soegeng Djojowirono, dosen Fakultas Teknik Sipil UGM dan Ir. Soetojo Tjokrodihardjo sebagai sekretaris.
Baca juga: Kagama Papua Barat Ajak Seluruh Alumni Bangun Tanah Papua
Ketika itu, para pengurus KAGAMA memperkirakan kisaran biaya pembangunan akan mencapai Rp700 juta.
Sementara dana yang terkumpul saat itu baru Rp50 juta dari Banpres, ditambah 22,6 juta dari hasil lelang dan peragaan busana oleh Sekretaris Pengda KAGAMA Jawa Timur.
Selain itu, terkumpul juga dana sebesar 225 ribu yang merupakan sumbangan dari 12 alumni melalui Dompet Wisma KAGAMA.
Cara paling unik dari pengumpulan dana ini ketika ketua PP KAGAMA yang baru saja terpilih, Prof. Dr. Koesnadi Hardjosoemantri, datang ke Palembang untuk melelang pulpen tua miliknya.
Menurut empunya, pulpen tersebut sudah menandatangani ratusan berkas penting di berbagai negara.
Baca juga: Plontjo dan Plontji dalam Penyambutan Mahasiswa Baru UGM Tahun 50-an