KAGAMA.CO, BULAKSUMUR – Berbagai kondisi memprihatinkan seringkali mematahkan semangat seseorang untuk mencapai tujuannya.
Namun, hal ini tak berlaku bagi Dr. Drs. Senawi SNHB, M.P.
Alumnus UGM yang pernah menjabat sebagai Direktur Kemahasiswaan UGM tahun 2012-2017, itu sejak masih muda telah mendulang karier di bidang akademik dan keorganisasian.
Beberapa orang mungkin tak menyangka, di balik kesuksesannya itu, Senawi melalui berbagai tantangan dan rintangan yang tak mudah.
Mulai dari masa kecilnya yang sudah sibuk membantu keluarga hingga menjadi mahasiswa sederhana semasa kuliahnya.
Kulakan Sembako dan Melayani Pembeli
Masa kecil Senawi tak hanya dihabiskan bersama orang tua, tetapi juga dengan neneknya yang biasa ia panggil Mbah Yari.
Senawi banyak membantu neneknya membeli stok sembako di pasar dan melayani pembeli di warung.
“Dalam kehidupan sehari-hari Mbah Yari menekuni usaha dagang, jualan sembako dan kebutuhan sehari-hari di rumah,” pungkas pria kelahiran 55 tahun lalu itu.
Kebiasaannya melayani pembeli di warung sembako ini, membuat Senawi pandai berhitung.
Kegiatan lain yang dilakoni Senawi yaitu membantu orang tua ke sawah, menggembala kerbau, sering ikut membeli beras di penggilingan padi dan membantu mendorong sepeda yang mengangkut beras, dan juga membantu melayani para pembeli kebutuhan sehari-hari di rumah
“Semasa di SD, saat berangkat sekolah membawa jeriken kosong dengan pikulan sambil membeli minyak tanah di agen dan mengambil kembali saat pulang sekolah,” jelas Bapak tiga anak itu.
Kebiasaan membantu orang tua dan neneknya itu ia lakoni hingga duduk di bangku SMA.
Disarankan Menempuh Sekolah Pendidikan Guru
Senawi lahir dari keluarga dengan kondisi ekonomi menengah ke bawah.
Orang tuanya yang berprofesi petani, tak mempunyai penghasilan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga, termasuk membiayai sekolahnya hingga ke perguruan tinggi.
Senawi disarankan oleh orang tuanya untuk belajar di sekolah pendidikan guru setelah lulus SMP, dengan harapan bisa langsung menjadi guru SD setelah menyelesaikan pendidikannya.
Demikian juga ketika Senawi mulai mempersiapkan diri masuk ke perguruan tinggi.
Keluarganya kembali menyarankan Senawi untuk belajar di IKIP, tentu dengan harapan bisa menjadi guru SMP dan SMA.
Meskipun demikian, Senawi tak bisa mengikuti saran dari orang tuanya.
Di sini, Senawi beberapa kali meyakinkan orang tuanya.
“Dengan pertimbangan pemikiran, wawasan, dan kompetensi diri, saya berhasil meyakinkan keluarga untuk mengikuti tes seleksi masuk perguruan tinggi,” ujar santri yang semasa kecilnya rajin pergi ke langgar untuk mengaji ini.