Kepala BAPETEN Ini Gandrung dengan Teknologi Sejak Masih Remaja

1695

Baca juga: Pendekatan Tepat untuk Eliminasi Penyakit Malaria di Kulonprogo

Karena tidak memiliki banyak uang untuk membeli komponen elektronik, Jazi mempelajari teknologi hanya lewat buku bacaan.

Selepas meraih gelar sarjananya, Jazi langsung berangkat ke Inggris untuk menempuh studi lanjut. Tetapi untuk prodi yang berbeda, yaitu Ilmu Komputer di University of Essex.

Diceritakan olehnya, dia terinspirasi dari seniornya, Prof. Budi Santoso yang bekerja di BATAN, yang juga meruapakan alumnus Univesity of Essex.

“Beliau mengajar soal nuklir semasa kuliah. Zaman dulu belum ada google ya, jadi referensinya ya dari senior itu. Dan kebetulan juga dapat beasiswa S2 untuk kuliah di prodi Ilmu Komputer,” ujarnya sebagaimana dilansir dari Jakarta TV.

Tak memiliki ambisi terhadap satu tujuan dan cita-cita, Jazi mengaku menjalani kariernya dengan mengalir saja.

Baca juga: 250 Alumni UGM Persembahkan Konser Virtual ‘Ora Iso Mulih’ untuk Bantu Penanganan Covid-19

Setelah menyelesaikan studi lanjut dan menjadi dosen di Departemen Ilmu Komputer dan Elektronik, FMIPA UGM, Jazi suatu ketika dipanggil oleh Menristekdikti saat itu, Prof. Gusti Muhammad Hatta ke rumah dinasnya.

Dalam perbincangan hangatnya bersama Menristekdikti, Jazi kemudian diminta untuk menjadi Kepala Badan Pengawas Tenaga Nukir (BAPETEN).

”Waktu itu saya ya mengalir saja dan belum memahami betul tentang BAPETEN. Namun, saya optimis bisa menjalankan amanah ini,” ujarnya.

BAPETEN di bawah kepemimpinan Jazi, bertugas mengawasi pemanfaatan tenaga nuklir di Indonesia.

Pihaknya membuat peraturan, memberikan izin kepada mereka yang memanfaatkan nuklir, kemudian menginspeksi mereka supaya pemenuhan keseamatan diperhatikan, serta mengusulkan penegakan hukum bagi mereka yang melanggar aturan.

Baca juga: Kesan Atase Pertahanan Australia Jebolan UGM Merasakan Suasana Ramadan di Indonesia