Kelola Ekowisata Perlu Libatkan Masyarakat Lokal

221
Josef Alfonsius Gadi Djou, S. E., M. Si.,
Josef Alfonsius Gadi Djou, S. E., M. Si.,

PENGELOLAAN ekowisata perlu melibatkan peran serta masyarakat lokal. Partisipasi aktif masyarakat lokal dalam perencanaan dan pengelolaan ekowisata dapat mengoptimalkan pengembangan ekowisata. Lebih-lebih, ekowisata tersebut dikembangkan dengan berbasis masyarakat atau tata kelola Community Based Tourism (CBT).

Demikian disampaikan Josef Alfonsius Gadi Djou, S. E., M. Si., Senin (31/7/2017) saat ujian terbuka Program Doktor Prodi Kajian Pariwisata Sekolah Pascasarjana UGM. Djou memilih objek riset Taman Nasional Kelimutu (TNK) di Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang merupakan salah satu bentuk ekowisata  melalui tata kelola CBT.

“Pengelolaan belum dilakukan secara optimal menjadikan perkembangan kawasan TNK stagnan. Ekowisatanya tidak ada perubahan, perbaikan, ataupun peningkatan,” jelas Djou.

Dosen Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Flores ini menyebutkan bentuk ekowisata CBT yang terwujud di TNK belum mencerminkan bentuk ekowisata  yang sejalan dengan prinsip-prinsip ekowisata. Akibatnya, bentuk ekowisata yang terwujud hanya stagnan dan belum berkembang secara optimal.

Josef Alfonsius Gadi Djou, S. E., M. Si., bersama promotor, ko promotor, tim penguji serta tim penilai usai ujian terbuka program doktor (Foto Dok. Humas UGM)
Josef Alfonsius Gadi Djou, S. E., M. Si., bersama promotor, ko promotor, tim penguji serta tim penilai usai ujian terbuka program doktor (Foto Dok. Humas UGM)

“Seluruh sajian atraksi, baik alam, budaya, atau buatan, serta kondisi aksesibilitas dan amenitas yang tersedia tidak berkembang membaik. Hanya biasa-biasa saja seperti sediakala,” urainya.

Munculnya bentuk ekowisata tersebut merupakan akibat dari bentuk tata kelola yang masih memakai mekanisme partisipasi simbolik dan melalaikan prinsip-prinsip ekowisata, CBT, dan pembangunan pariwisata berkelanjutan. Hal tersebut menjadikan berbagai sajian atraksi tidak mengalami perkembangan dengan baik.

Menurutnya, kondisi tersebut membawa dampak lanjut terhadap bentuk respons yang diberikan oleh wisatawan. Mayoritas wisatawan belum merasa puas dengan sajian objek atraksi yang disuguhkan. Karena, objek atraksi terlihat kurang terawat, usang, dan terbengkelai.

Tidak hanya itu, wisatawan juga menyatakan kekecewaan terhadap kondisi beberapa fasilitas tambahan yang tidak terawat, kurang bersih, serta banyak ditumbuhi tanaman liar dan sampah. Kenyataan ini semakin memperkuat pandangan bahwa prinsip-prinsip ekowisata, CBT, dan pembangunan pariwisata berkelanjutan belum menjadi kerangka acuan dalam pengelolaan sumber daya ekowisata.

Melihat kondisi tersebut, Gadi Djou menyarankan, perlunya memerkuat pelibatan masyarakat lokal dalam perencanaan dan pengelolaan ekowisata. Selain itu, pengelola TNK diharapkan segera mengimplementasikan perencanaan partisipatif dengan benar, melibatkan masyarakat dalam perawatan dan pemeliharaan objek atraksi.  [Humas UGM/Ika/rts]