Kebijakan Pangan untuk Mencapai Kedaulatan Pangan

471

KAGAMA.CO, BULAKSUMUR – “Pangan merupakan soal mati-hidupnya suatu bangsa. Apabila  kebutuhan pangan rakyat tidak dipenuhi maka malapetaka. Karena itu, perlu usaha secara besar-besaran, radikal, dan revolusioner…” Demikian kutipan pidato Ir. Sukarno.

Pidato Presiden RI pertama itu menggambarkan posisi pangan sebagai hal yang fundamental bagi sebuah kehiduan bangsa. Pandangan tersebut yang disadari betul oleh Prof Dr Ir Muchammad Maksum Mahfoedz MSc, bila persoalan pangan harus menjadi perhatian penting bagi bangsa Indonesia.

Maka, diperlukan kebijakan jangka panjang untuk dapat bisa merespons dalam pemenuhan pangan Indonesia. “Negara harus membuat perencanaan yang baik dalam masalah pangan ini. Alasannya, kedaulatan pangan sebagai hal yang paling fundamental dalam kehidupan,” ujar Maksum, Senin (12/3/2018) pekan lalu di Fakultas Teknologi Pertanian UGM.

Di sisi lain, pemerintah menyuarakan ketahanan pangan dan ini sangat berbeda dengan kedaulatan pangan. Perbedaan yang ada kalau ketahanan pangan memenuhi makanan dengan cara apa saja yang penting makanan dapat dipenuhi di Indonesia, apakah itu impor atau menghasilkan dalam negeri. Sedangkan kedaulatan pangan, bagaimana menghasilkan makanan sendiri dengan perencanaan yang baik untuk dapat tercapai.

Namun, implementasi  untuk mewujudkan kedaulatan pangan memang tidaklah mudah karena banyak kepentingan ekonomi yang terjadi. Misalnya, dengan adanya impor, maka bagi importir akan diuntungkan dengan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Namun, merugikan bagi petani lokal. Kepentingan inilah yang seringkali bersinggungan ditambah lagi dengan keakuratan data yang dimiliki oleh pemerintah sangat tidak valid untuk bisa dijadikan dasar dalam mengambil keputusan.

Apalagi menurut Maksum, persoalan pangan yang terjadi di Indonesia sampai sekarang terkait dengan persoalan politik ekonomi dalam mengambil kebijakan. Karena, dalam lingkaran pemerintah banyak yang ikut bermain dalam memberikan masukan kepada presiden terkait dengan kebijakan apa yang harus diambil oleh presiden.

“Beberapa waktu lalu, saya sudah memberikan masukan kepada pak presiden ketika diundang di Istana mengenai pentingnya kebijakan kedaulatan pangan bagi Indonesia, namun ternyata masukan tersebut belum menjadi kebijakan yang diambil,” ungkapnya.

Ditambah lagi dengan banyaknya orang yang berada di sekitar presiden yang memberikan pandangan yang tidak solutif terkait dengan pangan Indonesia. Melihat persoalan tersebut bisa menunjukkan kalau persoalan pangan berkaitan dengan banyak hal dan memerlukan semua pihak memiliki pandangan yang sama dalam menata bagaimana kedaulatan pangan Indonesia bisa tercapai.

”Ini menunjukkan persoalan pangan yang menimpa Indonesia adalah persoalan pengambilan kebijakan politik,” pungkasnya. [FIKRI FAWAID]