Kawruh Jiwa dari Ki Ageng Suryomentaram Bukanlah Ajaran Kelompok Kebatinan

2881

Baca juga: Cerita Fira Sasmita Jadi MC Virtual yang Penuh Tantangan

“Itu semua menutupi esensi dari seseorang. Ki Ageng ingin tampil dengan wujud aslinya. Sebab, embel-embel identitas itu yang mungkin membuat orang-orang tidak bahagia dan tidak jujur pada dirinya sendiri,” paparnya.

Pendiri situs langgar.co ini melanjutkan, akhirnya Ki Ageng muda melarikan diri dari Kraton Yogyakarta.

Sang Pangeran pergi ke Cilacap untuk jadi penggali sumur, penjual batik, dan menjalani pekerjaan lain seperti orang pada umumnya.

Kata Irfan, itulah usaha Ki Ageng untuk menggali makna kehidupan dan kebahagiaan.

Keinginannya untuk mencari arti hidup berujung pada surat pengunduran diri dari keluarga Kraton.

Baca juga: Ketua IGEGAMA Ingin Harumkan Nama Fakultas Geografi dan Merangkul Semua Alumnus

Akhirnya Ki Ageng memilih hidup di wilayah terpencil di Salatiga, Desa Beringin.

Di sanalah Ki Ageng bertani dan mengajarkan ilmu Kawruh Jiwa.

Salah satu ilmu penting dalam Kawruh Jiwa adalah Pangawikan Pribadi.

Kata Irfan, ilmu ini digunakan untuk nyawang karep alias melihat dan mengawasi kehendak.

“Secara ontologis, manusia isinya cuma dua: aku sebagai diri dan rasanya aku (berupa kehendak dan keinginan),” kata Irfan.

Baca juga: Strategi Petrus Kasihiw Jadikan Teluk Bintuni Kabupaten Berzona Hijau di Indonesia

“Pangawikan Pribadi adalah simbol titik penting dalam Kawruh Jiwa. Ini tergolong sufisme Jawa,” jelas santri Pondok Pesantren Al Miftah, Mlangi, Yogyakarta, tersebut.

Bagi Irfan, Kawruh Jiwa adalah upaya Ki Ageng untuk menyesuaikan diri dengan perubahan zaman.

Namun, di sisi lain, Ki Ageng tidak menyeberang dari tradisinya. Irfan melihat bahwa Ki Ageng ingin melampai keilmuan Jawa yang sudah menjadi pakem.

“Ki Ageng memandang bahwa keilmuan Jawa pada masanya perlu dirumuskan lagi untuk mencapai titik baru,” kata Irfan.

“Kawruh Jiwa muncul untuk mendeteksi dan menyelesaikan problem bagi seluruh kelas masyarakat,” bebernya. (Ts/-Th)

Baca juga: Kotagede yang Tak Pernah Dilupakan Para Raja Mataram