Kata Diaspora KAGAMA: Warga Prancis Rela Tinggalkan Budaya Ramah Tamah Secara Fisik Demi Cegah Penularan Covid-19

516

Baca juga: Pesan Lucu Dosen Hukum UGM yang Jadi Bekal Hidup Subagya Santosa

Alumnus Sastra Prancis UGM angkatan 2007 itu berujar, segala informasi  mengenai pencegahan dan penanggulangan Covid-19 disampaikan pemerintah melalui media.

Selain itu, komunikasi universitas dengan mahasiswa melalui email menjadi kepanjangan tangan dari pemerintah untuk menyampaikan informasi akurat dan tepat kepada masyarakatnya.

“Pemerintah cukup detail menyampaikan arahan kepada masyarakatnya, termasuk dalam pemilihan platform pembelajaran jarak jauh.”

“Informasi mengenai platform tersebut disiarkan melalui televisi nasional, bahkan setiap daerah juga memiliki platform pembelajaran jauhnya sendiri,” ujarnya.

Kuatnya budaya akrab di Prancis, kata Sandya, tampak dari perilaku masyarakat yang terbiasa dengan cium pipi kanan dan cium pipi kiri ketika bertemu teman atau koleganya. Bahkan kepada seseorang yang tidak memiliki hubungan dekat secara personal maupun profesional.

Baca juga: Menlu Retno Marsudi Ajak Negara G20 Berkolaborasi Perangi Covid-19

Namun, sejak pemerintah mulai menerapkan pembatasan sosial hingga lockdown, masyarakat Prancis mulai meninggalkan budaya kuatnya itu, sehingga sekarang ini budaya akrab di Prancis relatif berkurang.

Selain pembatasan sosial yang menjadi tantangan, penerapan protokol kesehatan juga menjadi persoalan tersendiri bagi masyarakat Prancis.

Tidak seperti di Indonesia, Sandya mengungkapkan, ketersediaan masker cukup terbatas. Bahkan masker yang ada di apotek tidak dijual dengan cuma-cuma.

“Kalau di sini, orang mau mendapatkan masker harus menghubungi dokter pribadinya dulu untuk mendapatkan resep.”

“Baru kemudian bisa mengajukan pembelian masker di apotek dengan resep tersebut,” tutur dosen Fakultas Ilmu Budaya UGM ini.

Baca juga: Begini Tantangan Manajemen Human Capital Perusahaan di Masa Krisis