Jejak Manis Industri Gula Kesultanan Mataram

1408

Baca juga: KRA Pringgalaya, Sang Pembuka Era Monarki Parlementer Kasunanan Surakarta

Hal ini menjadi bukti bahwa orang pribumi Jawa tidak pemalas dan tidak selalu kalah tanding dengan orang asing dalam usaha.

Sebelumnya, pejabat kolonial waktu itu memberikan citra buruk kepada pribumi Jawa.

“Titik awal pemerintahan Sri Mangkunegara IV inilah yang oleh Pringgodigdo (Abdoel Gaffar: Menteri Hukum dan HAM ke-4 RI) disebut menginjak zaman baru,” ujar Purwadi.

“Karena pada era Sri Mangkunegara IV muncul perusahaan-perusahaan Mangkunegaran, yang peninggalannya berdiri dan berjalan, serta dapat disaksikan sampai tahun 1937,” terang dosen Fakultas Sastra dan Budaya UNY kelahiran 1971 tersebut.

Sebagai informasi, depresi besar alias krisis perekonomian dunia (malaise) terjadi mulai 1929.

Hal itu berdampak pada penutupan banyak pabrik gula di Jawa.

Tak terkecuali milik Mangkunegara IV yang terpaksa tak beroperasi pada 1937, sebagaimana dijelaskan Purwadi di atas.

Baca juga: Pemuka Arwah Tanah Jawa Berkumpul di Kraton Surakarta saat Malem Selikuran Ramadan

Krisis malaise berakhir pada 1939, tetapi industri gula kesulitan untuk bangkit setelahnya.

Bagi Purwadi, industri gula benar-benar menggairahkan kehidupan ekonomi dan budaya di tanah Jawa pada waktu itu.

Sebab, industri gula berpengaruh pada segi-segi kehidupan yang lain. Misalnya pada bidang transportasi yang pesat.

Perusahaan kereta api berkembang di Jawa dengan jalur antarkabupaten, bahkan sampai kecamatan dan pedesaan.

Purwadi bertutur, tentu saja korelasi antarusaha ini meningkatkan kemakmuran.

“Masyarakat Jawa mendapat pengetahuan dan pengalaman baru dalam bidang perkebunan dan industri,” ucap Purwadi.

“Baik perkebunan maupun industri, keduanya membuka lapangan kerja dan kesempatan berusaha,” pungkas pria asal Nganjuk tersebut. (Ts/-Th)

Baca juga: Tatanan Norma Baru Muncul Setelah Manusia Gagal sebagai Khalifah Bumi