Jakob Oetama Meninggalkan Warisan Penting dalam Dunia Jurnalistik

1988

Baca juga: KAGAMA Bali Siap Salurkan 10 Ribu Masker dari Satgas Covid-19

“Jurnalisme dengan pemaknaan itulah yang diperlukan bangsa sebagai penunjuk jalan bagi penyelesaian persoalan-persoalan genting bangsa ini,” jelasnya, yang saat itu berusia 72 tahun.

Promotor Prof. Dr. Moeljarto Tjokrowinoto mengatakan, UGM menilai bahwa Jakob telah melahirkan kultur jurnalisme baru yang khas, di tengah konfigurasi politik otoriter.

Yakni jurnalisme damai dengan menempatkan manusia dan kemanusiaan pada posisi sentral pemberitaan.

Hal ini menjadi warisan penting sekaligus acuan pers dalam mengumpulkan fakta, menulis, menyunting, serta menyiarkan berita.

Sementara itu, Jakob sudah menangis terharu karena merasa ada banyak tokoh pers yang menurutnya lebih pantas mendapat gelar kehormatan ini.

Baca juga: Kata Alumnus: Ilmu Biologi Penting untuk Menyelesaikan Berbagai Persoalan Pembangunan

“Kehormatan besar yang dianugerahkan oleh Universitas Gadjah Mada kepada saya,” tutur Jakob.

“Untuk merekalah kehormatan itu saya persembahkan,” ujar Jakob, putra dari pasangan suami istri Raymundus Josef Andiyo Brotosoesiswo dan Margaretha Kartonah.

Kini sosok humanis pendiri Kompas itu telah menutup seluruh babak dalam hidupnya.

Jakob meninggal dunia dalam usia 88 tahun pada Rabu (9/9/2020) pukul 13.05 WIB.

Mendiang mengembuskan napas terakhir setelah menjalani perawatan di Rumah Sakit Mitra Keluarga Kelapa Gading, Jakarta Utara, sejak 22 Agustus lalu.

Baca juga: Pelajaran Berharga yang Diperoleh Suwarni dari Fakultas Kehutanan UGM