Integritas, Korupsi, dan Media

165

Pusat Kajian Antikorupsi (PUKAT) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada menyelenggarakan talkshow “Indonesia Darurat Integritas: Respons dan Tantangan, Jumat (8/12/2017) di Gedung UC UGM, Bulaksumur, Sleman, Yogyakarta. Talkshow nasional itu dipandu Najwa Shihab, mantan presenter dan jurnalis Metro TV. Berikut tulisan dr. Dito Anurogo, M. Sc. yang mengikuti talkshow tersebut. [REDAKSI]

BILA korupsi itu seolah budaya, maka logikanya koruptor itu budayawan,’demikian salah satu satire yang dilontarkan Zainal A. Mochtar, di hadapan empat ratusan hadirin dalam acara Talkshow Nasional bertajuk Indonesia Darurat Integritas: Respons dan Tantangan, di ruang Bulaksumur University Club UGM.

Ketua Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada itu menjelaskan adanya tipologi penjajahan yang berbeda-beda. Kalau Belanda itu cara berpikirnya mengambil sebanyak-banyaknya. Kalau Inggris, mengacu ke revolusi industri, cari pasar dengan mencari negeri jajahan.

“Mungkin ini yang menyebabkan itu [korupsi – red.] membudaya di Indonesia. Apalagi budaya Indonesia itu gemar membantu orang lain, suka saling memberi hadiah, jadi marak terjadi joki,”urainya.

Poin penting lainnya adalah korupsi itu tidak berkorelasi langsung dengan pengetahuan. Lebih terkait etika. Etika adalah dasarnya hukum. Secara hukum sudah ada UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme..

“Kita sering melakukan tindakan hipokrit,” lanjutnya, “Ada benarnya juga kata-kata anak muda, kepalanya sosialis, perutnya kapitalis.”

Sementara, mengenai media, Zainal menyatakan media punya agendanya tersendiri. Punya trend’yang dibangun yang bisa dipakai untuk tujuan-tujuan tertentu. Padahal, salah satu tugas media mencerdaskan.

“Pernah saat kasus BG (Budi Gunawan), UGM memboikot Metro TV.”