Ingin Wujudkan Ajaran Luhur Ki Hadjar Dewantara

986

Mendapat Kepuasan Batin Dari Menulis

Semasa menjadi akademisi, Agus banyak menyampaikan gagasannya melalui tulisan, di antaranya ada 104 publikasi ilmiah, 11 buku, dan 33 artikel di media massa.

“Ibarat gajah mati meninggalkan gading, maka dosen harus meninggalkan buah karya berupa publikasi, baik ilmiah maupun di media massa,” jelas Agus.

Bagi Agus, menulis berbagai publikasi akan meninggalkan ‘jejak’ seorang Agus di media massa.

Artinya melalui sebuah tulisan, Agus bisa membangun eksistensinya.

Ketertarikan Agus untuk menulis berangkat dari pikirannya yang ingin membangun eksistensi.

Terlintas pertanyaan tentang apa yang bisa ia banggakan dari dirinya?

Kemudian Agus aktif di salah satu lembaga pers mahasiswa UGM, BPPM Primordia saat masih kuliah dulu.

Berkat keaktifannya itu, kemampuan menulis Agus semakin terasah.

Menulis beberapa publikasi internasional diakui Agus memang tak mudah.

Apa lagi tak semua orang juga mau membaca jurnal ilmiah.

Namun, banyaknya publikasi ini setidaknya telah membantunya meraih gelar profesor.

Di samping itu, Agus juga dengan senang hati mengirim tulisan ke berbagai media massa dan mendapatkan respon positif dari pembacanya, bahkan beberapa pembaca menyampaikan kerinduannya pada tulisan Agus.

“Meskipun saya tidak melihat langsung. Namun, kelihatannya masyarakat mendapat ilmu, pencerahan, serta manfaat lebih lainnya. Kadang orang yang tadinya tidak kenal saya, jadi tahu saya,” ungkap Agus.

Mungkin hanya sedikit orang yang membaca, tetapi hal ini menjadi kepuasan batin bagi Agus. Selain kepuasan batin dan untuk eksistensi diri, menyampaikan gagasan lewat tulisan dianggapnya juga sebagai kegiatan sosial.

 

Baca juga: GNI-BERBANGSA Luncurkan Program Merti Kali Code

Agus banyak bicara saal reformulasi konsep pendidikan Ki Hadjar Dewantara (KHD). Foto: Dokpri
Agus banyak bicara saal reformulasi konsep pendidikan Ki Hadjar Dewantara (KHD). Foto: Dokpri

Berbagi Ilmu Lewat Edutainment

Keinginannya untuk berbagi ilmu tidak hanya ia sampaikan melalui tulisan.

Tetapi juga lewat pertunjukkan seni tradisional, seperti ketoprak UGM “Gajah Mada”, ketoprak “Aryo Panangsang” dan “Panyutro”, dan ketoprak “Minakjinggo Nagih Janji”.

“Lewat ketoprak saya lebih banyak bicara soal sejarah, kepemimpinan masa lampau, lalu dikaitkan dengan kondisi saat ini. Terutama ketika sesi-sesi pemaknaan,” ujar pria yang saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua di Pimpinan Pusat Green Network Indonesia (GNI-Berbangsa) ini.

Selain bekiprah di dunia seni pertunjukkan, Agus juga sempat menjadi salah satu pemeran di beberapa film televisi dan layar lebar.

Beberapa film layar lebar tersebut di antaranya Surga yang Tak Dirindukan, Soekarno, Kartini, serta Habibie dan Ainun.

 

Baca juga: Reformulasi Konsep Ajaran Luhur Ki Hadjar Dewantara untuk Pendidikan Nasional

 

Ingin Wujudkan Ajaran Luhur KHD

Belakangan ini, Agus banyak bicara saal reformulasi konsep pendidikan Ki Hadjar Dewantara (KHD).

Menurutnya, ilmu harus disampaikan dengan cara edutainment, sehingga masyarakat lebih mudah memahami dan tidak lagi berorientasi nilai dalam proses belajar.

Agus merasa bersyukur sudah mencapai tahap ini.

Tetapi, akan lebih barokah lagi, jika ia mampu berkontribusi nyata memperbaiki sistem pendidikan dan mempersiapkan generasi emas.

Terutama pada saat Taman Siswa atau Indonesia menginjak usia 100 tahunnya.

“Jadi ide bukan sekadar tulisan. Tetapi, ada sistem dan praktik,” demikian harapan besar Agus. (Kinanthi)

 

Baca juga: Berikut Rekomendasi Persatuan Keluarga Besar Tamansiswa (PKBTS) untuk Pendidikan Genarasi Emas