Humor Memang Harus Ada Konteksnya

325
(Ilust. Bintang Emon) Dua dosen UGM, Prof. Sunyoto Usman dan Drs. Achmad Charris Subair, M. A., menyampaikan pandangannya terkait humor. Foto: Instagram Bintang Emon
(Ilust. Bintang Emon) Dua dosen UGM, Prof. Sunyoto Usman dan Drs. Achmad Charris Subair, M. A., menyampaikan pandangannya terkait humor. Foto: Instagram Bintang Emon

KAGAMA.CO, BULAKSUMUR – Belum lama ini, komedian Gusti Muhammad Bintang Mahaputra, alias Bintang Emon, menjadi perbincangan publik.

Namanya mencuat karena sejumlah pengguna media sosial memfitnahnya mengonsumsi narkoba jenis sabu.

Diduga, fitnah tersebut muncul lantaran komentar Emon atas hasil persidangan pelaku penyiraman kepada Novel Baswedan.

Bintang berkomentar lewat video dengan narasi candaan yang kemudian diunggah di media sosial. Meski begitu, tes urine menyatakan bahwa Emon negatif.

Guru Besar FISIPOL UGM, Prof. Sunyoto Usman, angkat bicara mengenai fenomena ini.

Baca juga: Ganjar Teken Usulan Gelar Pahlawan Nasional dari Jawa Tengah, Ada Nama Jenderal Hoegeng dan Kurator Pendiri UGM

Sunyoto mengatakan, Indonesia punya sejarah panjang soal humor sebagai satire alias kritik sosial.

Hal itu seperti yang sudah dilakukan oleh kelompok lawak Warkop DKI, hingga Presiden ke-4 Indonesia, Gus Dur.

“Sasaran utama aksi itu biasanya memang ditujukan pada lembaga pemerintah sebagai ekspresi kritik,” tutur Sunyoto, melansir Bisnis Indonesia, Kamis (18/6/2020).

“Akan tetapi, hal ini semestinya dilihat sebagai bentuk kepedulian publik terhadap instansi, bukan sebagai ancaman atau ekspresi liar,” jelas dosen Departemen Sosiologi UGM itu.

Sunyoto memandang, Indonesia punya aturan soal kebebasan berekspresi, demikian halnya aturan ujaran kebencian.

Baca juga: Prodi Biologi UGM Jadi yang Nomor 1 di Indonesia