Hobi Menulis Buku Antologi di Luar Kesibukan Mengajar

890

Baca juga: KAGAMA Riau Beri Bantuan Korban Kabut Asap

Semasa mahasiswa, Rani mengenal dirinya sebagai anak rumahan yang mobilitasnya hanya seputar rumah dan kampus.

Namun, saat mulai kuliah lapangan dan skripsi, dirinya mulai menjajal pengalaman belajar di luar kota.

“Saya itu orangnya kurang percaya diri kalau suruh keluar dari zona nyaman. Sebetulnya ya agak menyesal juga sih. Ada banyak hal yang bisa dipelajari, dikembangkan, cari koneksi, dan sebagainya,” ujar Rani.

Yakin Dapatkan Pahala yang Tak Terputus dari Mengajar

Setelah menamatkan studi S1, Rani mantap berkarier menjadi dosen.

Sebagai seorang muslim, Rani meyakini adanya tiga pahala yang tak pernah terhenti walaupun sudah mati.

Salah satunya ilmu yang bermanfaat, artinya tidak hanya menerima tetapi juga diajarkan ke orang lain.

“Untuk itulah Saya memilih menjadi dosen. Di samping itu, bekerja jadi dosen ada ritmenya, tidak bekerja sepanjang waktu, sehingga masih bisa menikmati hidup,” ujar dosen yang saat ini menjabat sebagai Kaprodi S1 Agronomi UGM itu.

Namun, dalam mencari pekerjaan pertamanya, Rani tak langsung beruntung mendapat panggilan untuk menjadi dosen.

Baca juga: Buruknya Tata Kelola Perkebunan Sebabkan Masyarakat Benci Kelapa Sawit

Rani mengawali kariernya di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang kultur jaringan di Mojokerto, Jawa Timur.

Kan Saya tinggal di mess. Jadi, 24 jam di situ. Setiap harinya bolak balik laboraturium dan mess. Mengingat pengalaman ini, Saya merasa tidak bisa menggantungkan masa depan di sana. Akhirnya Saya memutuskan untuk keluar. Meskipun demikian, banyak pengalaman yang Saya dapat dari pekerjaan ini, terutama dari segi pengembangan mental,” ungkap Rani.

Rani kemudian mengabdi pada almamater pada 2002, dan setelah itu menempuh studi S2 Agronomi UGM.

Dia pun mendapat kesempatan menempuh studi lagi di Saga University, Jepang pada 2009.

Serupa dengan dosen lainnya, Rani juga alami tantangan berat meninggalkan keluarga demi studi lanjut di luar negeri.

“Kalau adaptasi dengan kehidupan di Jepang justru nggak ada masalah. Yang berat itu kalau kangen dengan keluarga. Suami dan anak-anak Saya yang masih balita juga tidak memungkinkan untuk ikut ke sana,” ujar ibu dua anak itu.

Melampiaskan Rindu dengan Menulis Buku

Beruntung di masa-masa berat itu, suami senantiasa mendukung dan menyemangati Rani.

Rani didorong untuk bisa menikmati studinya di Jepang dan jangan merasa terbebani dengan keluarga.

Baca juga: Potret Kehidupan Mahasiswa Indonesia di Amerika Tempo Dulu