Hoaks Masalah Terbesar di Indonesia

746
Novi Kurnia M.Si., M.A,, Ph.D., berpandangan bahwa peningkatkan literasi digital dapat menangkal hoaks di masyarakat. Foto : Josep/KAGAMA
Novi Kurnia M.Si., M.A,, Ph.D., berpandangan bahwa peningkatkan literasi digital dapat menangkal hoaks di masyarakat. Foto : Josep/KAGAMA

KAGAMA.CO, JAKARTA – Hoaks atau berita bohong adalah masalah terbesar pada masyarakat digital di Indonesia.

Fakta itu disampaikan Novi Kurnia M.Si., M.A., Ph.D., saat menjadi narasumber dalam acara Diskusi Terbatas dan Peluncuran Buku bertema “Indonesia Emas yang Maju, Berdaya Saing, Adil, dan Sejahtera” yang digelar oleh Dewan Pertimbangan Presiden di Jakarta, Rabu (2/9/2019).

Menurutnya, berdasarkan survei Pembelajaran Literasi Digital di Perguruan Tinggi pada tahun 2018, sekitar 96,59 persen responden menilai hoaks merupakan masalah terbesar masyarakat digital di Tanah Air.

“Fakta kedua, berdasarkan pemetaan hoaks di tahun 2018, maka hoaks politik paling banyak beredar mencapai 49,94 persen.”

“Lantas, fakta ketiga, di tahun 2018, Facebook merupakan media sosial yang menjadi saluran penyebar hoaks terbesar mencapai 61,39 persen, lalu WhatsApp 16,45 persen, serta Twitter 14,77 persen,” tutur Ketua Program Studi Magister Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada (UGM) tersebut.

Dia menilai ada beberapa faktor yang menjadi penyebab media sosial seperti Facebook, WhatsApp, serta Twitter jadi sarang penyebar hoaks.

Pertama, menurunnya kepercayaan masyarakat pada media mainstream dan jurnalisme.

Kedua, viralitas  dan click bait jadi tujuan utama, kecepatan kekacauan informasi lebih tinggi ketimbang cek fakta, serta keterampilan masyarakat dalam verifikasi media sosial masih rendah.

Guna meminimalisir masalah media sosial tersebut, Novi menyodorkan beberapa solusi.

“Jurnalisme tinggi dan beretika guna melawan disinformasi.”

“Bisnis media yang beretika dan berstandar tinggi, meningkatkan literasi digital masyarakat, serta menggiatkan pelatihan cek fakta kepada jurnalis, pendidik, mahasiswa, pelajar, dan publik.”

“Lalu menggiatkan pelatihan verifikasi media sosial kepada jurnalis, pendidik, mahasiswa, pelajar, dan publik,” pungkas Novi. (Josep)