Herlin Natalia Dewi, Lulusan Terbaik S2 Kehutanan yang Tetap Rendah Hati

1012

Semangat seringkali kembang kempis, manakala Herlin sulit menemukan topik penelitian. Untuk membangkitkan kembali semangat, Herlin menyiasatinya dengan refreshing.

“Solusi yang biasa saya terapkan adalah menyediakan waktu khusus selama beberapa hari untuk merefresh otak tanpa memikirkan masalah perkuliahan. Saya berusaha have fun dengan teman, rekreasi, atau mencari hiburan seperti mendengarkan musik di Malioboro,” ujar Herlin.

Namun, Herlin sendiri juga memberikan batasan terhadap kegiatan refreshing-nya ini. Ia selalu ingat dengan targetnya, sehingga Herlin berusaha untuk tidak mudah terlena dengan waktu refreshing-nya itu.

UGM menjadi saksi bisu pertempuran Herlin menempuh pendidikan tinggi, mulai dari sarjana hingga meraih gelar master. Kenangan seru dan membanggakan dirasakan Herlin saat ia bisa mempresentasikan penelitiannya di forum internasional di beberapa kota.

“Di sana saya bertemu banyak orang-orang hebat, relasi dan senior-senior yang dapat  memotivasi saya bahwa di atas langit masih ada langit, dan anggap saya adalah langit terbawah, sehingga jangan mudah berpuas diri,” ujar perempuan asal Purworejo ini.

Sudah mendapat banyak apresiasi, Herlin kembali diingatkan untuk selalu rendah hati. Bagi Herlin orang yang dianggap bodoh belum tentu memiliki pengetahuan lebih dari dirinya.

“Orang bodoh adalah orang yang merasa pintar. Artinya, meski bisa menempuh pendidikan tinggi, kita tak boleh meremehkan kemampuan orang lain,” ujarnya.

Kegiatan pengabdian masyarakat telah membuat Herlin menjadikan hal tersebut sebagai prinsip. Menurut Herlin, penting bagi lulusan UGM untuk berbagi ilmu kepada mereka yang membutuhkan. Untuk itu Herlin sangat setuju dengan slogan almamaternya “locally rooted, globally respected”.

Herlin berharap setelah ini ia bisa menggali banyak pengalaman di dunia kerja. Menjadi manusia yang bisa bermanfaat untuk orang lain merupakan tujuan akhir yang berusaha Herlin kejar.(Kinanthi)