Hal-hal yang Harus Dilakukan Agar Bisa Mendongkrak Komoditas Teh Indonesia

502

Baca juga: Rimbawan KAGAMA Ini Berharap Omah Elabu Menjadi Destinasi Wisata Baru di Gunungkidul

“Sebab teh berkualitasnya justru diekspor. Di samping itu, teh tidak diberikan penghargaan yang semestinya sebagai minuman yang penting,” jelas Agroklimatologis UGM itu.

Belajar dari Tiongkok, negara ini bisa menghargai teh dengan lebih baik.

Mereka berlomba-lomba membuat teh sebaik mungkin, dikemas sebagus mungkin, dan siapapun yang terbaik akan mendapat penghargaan.

Para petani Indonesia tidak banyak yang mengandalkan teh sebagai sumber penghasilan. Sebab, keuntungan yang dihasilkan sedikit.

Keuntungan yang sedikit sebetulnya dipengaruhi oleh produktvitas petaninya, serta biaya produksinya yang tinggi.

Hal ini masih ditambah dengan kualitas produk yang dihasilkan. Mekanisme pasar rata-rata menggunakan sistem lelang.

Sayangnya mekanisme ini tidak serta merta memberikan apresiasi kepada perkebunan yang sudah memperbaiki kualitas produknya, sehingga para petani tidak termotivasi.

Baca juga: Pemerintah Dorong UMKM Go Digital untuk Pemulihan Ekonomi Nasional

“Belum lagi regulasi yang tumpang tindih, harga produk kadang sangat rendah, ahli fungsi lahan menjadi momok, umur tahaman sudah tua, serta biaya penanaman kembali yang luar biasa tinggi,” tutur Direktur Utama PT Pagilaran ini.

Industri perkebunan sebetulnya bisa didongkrak dengan berbagai potensi yang dimiliki.

Potensi tersebut antara lain populasi penduduk yang besar, ragam produk berbasis teh yang berkembang pesat, ekspor yang sangat terbuka, ada pengembangan premium quality, hingga segmentasi sosial yang berpotensi menghasilkan segmentasi produk.

Jika industri perkebunan teh dikembangkan lebih baik lagi, maka Indonesia bisa mendulang devisa.

Selama ini, kata Rachmad, Indonesia fokus pada komoditas dan harga ditentukan oleh pasar. Sudah saatnya Indonesia melakukan hilirisasi.

“Artinya kita harus memasuki wilayah manufacturing, sehingga harga produk akan ditentukan oleh produsennya.”

“Jangan lupa memperbaiki regulasi yang tumpang tindih. Mindset dan tata kelola industri perkebunan harus dibuat komprehensif. Lalu, hulu dan hilir harus diintegrasikan untuk menjadi industri primer.”

“Selanjutnya diikuti dengan memanfaatkan potensi pasar lokal, membangun kemitraan yang inklusif, dan menggalakkan gerakan konsumsi produk perkebunan, terutama teh,” pungkasnya. (Kn/-Th)

Baca juga: PP KAGAMA Bekali Alumni Keterampilan Menulis untuk Memasuki Dunia Kerja