Gerakan Ofensif Buruh Migran, Buntut Kebijakan Ketenagakerjaan Diskriminatif di Tiongkok

195
Buruh punya peluang untuk melaporkan kasus secara legal, menuntut upah lebih, detail pekerjaan, dan tanggung jawab besar pada perusahaan.(Foto: matamata.com)
Buruh punya peluang untuk melaporkan kasus secara legal, menuntut upah lebih, detail pekerjaan, dan tanggung jawab besar pada perusahaan.(Foto: matamata.com)

KAGAMA.CO, BULAKSUMUR – Ledakan jumlah migrasi buruh di Tiongkok pada awal tahun 1990, membuat pemerintah semakin menggalakkan program urbanisasi dengan sistem Hukou. Bahkan pemerintah menganjurkan untuk mengurangi jumlah buruh migran dan merekrut lebih banyak buruh lokal.

Urbanisasi ini kemudian memunculkan megacities yang diprediksi mencapai angka 67 persen pada tahun 2033 mendatang. Adanya megacities ini menyebabkan jumlah penduduk produktif jadi lebih besar. Surplus buruh dalam sektor agrikultur membuat buruh bekerja dengan produktivitas yang tinggi di wilayah urban.

Masitoh Nur Rohmah dalam tesisnya yang berjudul Kebijakan Ketenagakerjaan Cina dan Tren Peningkatan Gerakan Buruh Tahun 2012-2016 pada 2018, menjelaskan sistem Hukou mewajibkan setiap penduduk untuk memberikan kartu identitas khusus.

Dengan sistem ini, buruh diidentifikasi berdasarkan tempat tinggal atau asal, sehingga dapat diketahui statusnya sebagai buruh migran atau urban. Hukou berfungsi untuk membedakan hak-hak buruh berdasarkan status mereka.

Diketahui lewat sistem Hukou, buruh migram tidak diberi hak untuk mendapatkan beras jatah, tempat tinggal karyawan, hingga fasilitas kesehatan. Pastinya ini membuat mobilitas buruh di pedesaan Tiongkok lebih sulit dibandingkan negara lain.

Secara langsung sistem Hukou memunculkan hierarki masyarakat urban Tiongkok. Terlihat masyarakat urban mendapatkan akses istimewa terhadap pasar modal dan sumber fiskal. Keterlambatan menerima gaji bagi buruh di Provinsi Sichuan merupakan hal biasa.

Menurut Masitoh, hambatan-hambatan dari pemerintah untuk menekan laju urbanisasi inilah yang mendorong adanya gerakan kebangkitan buruh. Menanggapi hal tersebut, pemerintah kemudian mulai menghapus sistem Hukou di beberapa provinsi.