Formulir A5, Nasib Bagi Perantau yang Gagal Nyoblos

334

“Kasihan kan ada ribuan suara mahasiswa yang tidak bisa tersalurkan karena keterbatasan yang harusnya pemerintah lebih tanggap.”

“Kalau kayak begini kan jadi banyak yang golput,” ungkap Ayu menimpali, salah satu mahasiswi asal Lombok.

Hal senada juga dialami oleh Didik, salah seorang warga di daerah Pogung Baru. Ia tidak bisa nyoblos di TPS 86 karena kehabisan surat suara.

Meskipun warga setempat, Didik tidak bisa nyoblos. Sudah berupaya pindah mencari TPS yang masih ada surat suara, namun ia tetap tidak bisa karena sudah lewat pukul 13.00 WIB.

Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Wiranto memberikan penjelasan tentang adanya perpanjangan waktu pencoblosan pada Peraturan KPU Nomor 9 Pasal 46 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara Pemilu 2019.

Jika melihat dari peratura ini, maka Didik tetap bisa mencoblos bersama dengan warga lain.

Keadaan missing informasi ini memang hampir terjadi di beberapa TPS DIY. Kesiapan dari para panitia dan ketua di setiap TPS sering dipertanyakan oleh para warga yang tidak bisa nyoblos.

Kesel dong, punya hak suara tapi tidak bisa nyoblos karena kekurangan kertas suara di TPS. Dapat info A5 tapi antrenya luar biasa, dan belum tentu kebagian juga,” tambah Ayu.

Adapun salah seorang dari Panwaslu, Padjio menjelaskan kepada warga bahwa persyaratan A5 adalah wajib untuk warga luar Jogja. Pukul 13.00 WIB adalah waktu maksimal yang diberikan untuk pendaftaran.

Arif seorang petugas keamanan TPS 86 membenarkan hal itu. “Betul. Dari tadi banyak orang mondar-mandir lapor kehabisan kertas suara, mau nyoblos tapi luar Jogja, dan baru mau daftar juga ada. Semua ketentuan sudah dijelaskan oleh petugas,” terangnya.

Salah satu TPS yang memiliki sisa kertas suara adalah TPS 86 di daerah Pogung Baru. Surat suara yang tersisa berjumlah 50 surat dan akan dipindah ke TPS 73.

Ketersediaan sisa kertas suara ini ternyata tetap tidak bisa dipakai oleh para perantau yang sudah mengantre berjam-jam.

Adanya informasi yang beredar dengan membawa e-KTP dan Kartu Keluarga untuk bisa lapor dan mencoblos, ternyata tidak berlaku di semua TPS.

“Saya sudah lapor dan menunggu lama untuk mendapat kepastian nyoblos. Namun ternyata saya gagal karena ketua TPS justru melempar sisa kertas ke TPS lain,” ungkap Grace mahasiswa UPN Veteran Yogyakarta.

Kesimpang siuran berita ternyata masih dirasakan di kalangan masyarakat daerah sendiri.

Ada beberapa saran dari para warga yang tidak bisa memberikan hak suaranya kepada para petugas TPS.

Salah satunya dari Fitri yang berasal dari Cilacap, “Birokrasi izin nyoblosnya dibikin simpel, seperti tinggal upload data digital ke website.”

“Sekarang zaman teknologi sudah canggih, tapi ngurus kek gini masih kuno dan ribet,” tuturnya. (Sirajuddin)