Dokter Gigi Peraih IPK 4,00 Ini Tidak Ingin Kaya dari Profesinya

2903

Baca juga: Jadi Ketua Kagamahut Dua Periode, Ir. Hartono, M.Sc Ingin Maksimalkan Peran Alumni Muda

Dirinya juga membuat perencanaan matang untuk keluarganya, pasca memutuskan menempuh studi.

”Kalau Saya kuliah, berarti anak harus sekolah juga. Jadi dia udah punya kesibukan sendiri, nggak tergantung sama ibunya,” jelas Lydia.

Sang suami juga mendukung Lydia.

Beruntungnya suami Lydia juga seorang dokter spesialis THT yang paham bagaimana sibuknya menempuh studi di prodi spesialis.

“Menempuh studi dan konsekuensinya ini juga Saya atur bersama suami. Pokoknya harus dia duluan yang masuk spesialis. Kemudian dari orang tua juga mendukung. Kebetulan mereka menghormati segala rencana hidup dan keputusan kami,” tandas Lydia.

Baca juga: Solusi Atasi Beda Pendapat Soal Karier dengan Orang Tua

Masih berkaitan dengan kesibukan studi, Lydia menerangkan bahwa sekolah residen (spesialis) itu unik.

Mahasiswa diwajibkan untuk mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi, sehingga mau tidak mau keluarga kecilnya harus ikut berkorban.

Memilih berkarier sebagai dokter gigi sudah dipikirkan secara matang oleh Lydia.

Menjadi dokter gigi, kata Lydia, tidak harus bekerja hingga larut malam atau dipanggil untuk operasi mendadak.

Sebab yang dihadapi bukan pasien yang membutuhkan penanganan segera.

Baca juga: Negara Perlu Bangun Tradisi Membuat Database di Era Digital