Diterima di UGM melalui Undangan SNMPTN, Deki Ingin Meniru Jejak Habibie

995

BULAKSUMUR, KAGAMA – Deki Putra Ananda (19) dilahirkan dan dibesarkan di tengah keluarga dengan ekonomi serba kurang. Ayahnya telah meninggal dunia tatkala ia masih berusia enam bulan. Ibunya, Asrida (57) hanya bekerja sebagai juru masak di sebuah restoran Padang.

Selama bersekolah di SMA, Deki hanya diberikan uang saku pas-pasan. Uang itu hanya cukup untuk biaya ojek pulang – pergi ke sekolah. Sementara untuk kebutuhan lainnya, Deki tidak pernah meminta banyak dari ibunya.

Keadaan ekonomi keluarganya yang serba kurang itu tidak menyurutkan semangat Deki untuk menggapai cita-cita. Deki semakin tekun belajar dan menangguk prestasi di sekolah. Upaya kerasnya pun tidak sia-sia. Sejak duduk di bangku sekolah dasar (SD) hingga sekolah menengah atas (SMA), Deki selalu masuk peringkat empat besar di kelasnya.

Maka, tidak mengherankan jika pria kelahiran 15 Juni 1998 ini memiliki impian untuk menjadi insinyur kebanggaan Indonesia. Deki ingin meniru jejak BJ Habibie, sosok yang begitu menginspirasinya. Karenanya, selepas menyelesaikan pendidikan di SMA, ia memutuskan mengambil jurusan Program Studi Elektronika dan Instrumentasi (ELINS) Fakultas MIPA UGM Tahun Akademik 2017/2018 melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) Undangan. Harapannya, kelak bila diterima, dari UGM bisa mengantarkannya meraih asa menjadi insinyur yang mampu mengharumkan nama bangsa.

Deki Putra Ananda (19) bersama ibunya, Asrida (57) (Foto ISTIMEWA)
Deki Putra Ananda (19) bersama ibunya, Asrida (57) (Foto ISTIMEWA)

“Bapak Habibie merupakan sosok idola saya. Kalau Pak Habibie dari ITB, maka saya ingin menjadi penerus Habibie dari UGM,” tutur bungsu dari empat bersaudara.

Deki dibesarkan di pondok sederhana peninggalan kakeknya di Jorong Tiga Batur, Nagari Sungai Tarab, Tanah Datar, Sumatera Barat. Di rumah kayu berukuran sekitar 4×6 meter dan beratap seng itulah ibunya, Asrida membesarkan keempat anaknya dengan penuh perjuangan.

Asrida tidak pernah patah arang menjalani hidup dalam himpitan kemiskinan. Wanita berjilbab ini berusaha tegar membesarkan anak dengan penuh kasih sayang. Meskipun dengan susah payah, dia berhasil menyekolahkan semua anaknya. Hanya saja tidak semuanya bisa mengecap pendidikan hingga tingkat lanjut.

Anak pertamanya lulus SD, anak keduanya tamat SMP, dan yang ketiga bisa selesai SMA dan juga sudah bekerja dan berkeluarga. “Alhamdulillah ini, si bungsu bisa lanjut kuliah di UGM,” ungkap Asrida penuh suka cita.

Tak pernah terbayangkan oleh Asrida, salah satu anaknya bisa mengenyam pendidikan hingga bangku perguruan tinggi. Putera bungsunya, Deki Putra Ananda, diterima di Program Studi Elektronika dan Instrumentasi (ELINS) FMIPA UGM melalui jalur SNMPTN Undangan. Deki mendapatkan beasiswa Bidikmisi sehingga dibebaskan dari biaya kuliah hingga delapan semester. Program Bidikmisi ditujukan bagi pelajar berprestasi dari keluarga kurang mampu.

“Bersyukur sekali akhirnya apa yang diimpikan Deki untuk lanjut kuliah bisa terwujud. Soalnya sejak kecil sudah ingin kuliah, tapi waktu itu saya tidak memperbolehkan karena berat. Biayanya banyak. Saya tidak sanggup,” paparnya dengan mata berkaca-kaca.

Melihat semangat dan kegigihan putera bungsunya dalam menggapai cita akhirnya meluluhkan hati Asrida. Dia pun meridhoi setiap langkah dan usaha Deki dalam mengejar mimpinya.

Deki bersama saudaranya di Dusun Jorong Tiga Batur, Nagari Sungai Tarab, Tanah Datar, Sumatera Barat (Foto ISTIMEWA)
Deki bersama saudaranya di Dusun Jorong Tiga Batur, Nagari Sungai Tarab, Tanah Datar, Sumatera Barat (Foto ISTIMEWA)

“Anaknya tekun belajar. Dari SD sampai SMA  selalu mendapat beasiswa sehingga meringankan beban keluarga,” katanya.

Bahkan saat duduk di kelas 3 SMA, Asrida sudah tidak pernah lagi mengeluarkan biaya untuk menghidupi puteranya itu. Deki menjadi salah satu anak asuh dari gurunya di SMA 1 Batusangkar, Tanah Datar.

“Tinggal di asrama sekolah dan biaya hidup semuanya ditanggung sekolah. Pulang kadang satu bulan sekali, baru saya kasih uang saku 20 ribu rupiah,” ungkapnya.

Melepas Deki untuk mengejar mimpi di UGM tentunya tidaklah mudah bagi Asrida. Terselip rasa was-was di benaknya bagaimana puteranya bisa bertahan di tanah perantauan. Namun, demi kebahagiaan dan masa depan yang lebih baik dia pun merelakan Deki untuk berangkat ke Yogyakarta.

“Semoga bisa lancar kuliahnya dan kelak bisa sukses serta mengangkat derajat keluarga,” harap Asrida. [Humas UGM/Ika/rts]