Delia Murwihartini, Jadi Owner Tas Dowa Usai Temani Masa-masa Terakhir Sang Ibunda

8193

Baca juga: SARBER KAGAMA Balikpapan yang Hasilkan Ide Cemerlang dan Bikin Suasana Makin Gayeng

Nah, dari sana, dia melihat bahwa tas-tas kerajinan tangan Jogja perlu peningkatan kualitas.

Lantas, Dolly merespons dengan merekrut lima karyawan untuk membikin tas sendiri.

Tas pertama bikinannya sendiri pada mulanya dipasarkan di beberapa guest house turis di daerah Prawirotaman dan dan Sosrowijayan.

Keberuntungan seolah menjumpai Dolly dalam waktu singkat.

Sebab, Maret 1990 dia mulai mengekspor tas produksinya ke Eropa.

“Di situlah saya mulai benar-benar menekuni bahwa tas rajut adalah potensi Jogja yang bisa mendunia,” katanya.

Dolly mengaku menerapkan strategi jemput bola dalam membesarkan usaha tasnya.

Baca juga: 21 Bulan Gabriel Asem di UGM yang Berbuah Perubahan bagi Tambrauw, Papua Barat

Hal itu dilakukannya dengan mengikuti pameran di Jakarta (1990) dan Paris (1991).

Dua pameran tersebut tak dinyana menarik pembeli dari Eropa dan Amerika.

Singkat cerita, Dolly menjadi produsen bagi tas-tas kenamaan dunia.

Seperti The Sak, Francesco Biasia, Gianfranco Ferre, hingga Mazzini.

Setelah mereguk manis betahun-tahun, Dolly berpikir bahwa dia bisa membikin tas cantik untuk orang-orang seluruh dunia.

Namun, katanya, mengapa orang-orang Indonesia tidak bisa membeli?

Alhasil, dia membikin merknya sendiri, yakni dowa, mulai 2008.

Dowa yang dalam Bahasa Sanskerta berarti doa, dipasarkan di Indonesia, Inggris, dan Eropa.

Adapun saat ini Dolly memiliki sekitar 400 karyawan, serta memberdayakan 3.000 an warga Jogja dan sebagian Jawa Timur untuk proses produksi. (Tsalis/ ed. Taufiq)

Baca juga: Kenangan Ganjar Pranowo Saat Jadi Komentator Bola Bersama Almarhum Gus Solah