Dari Sawah ke Kebun Sawit

817
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono menyebutkan, Indonesia merupakan produsen terbesar kelapa sawit di dunia, tapi sejak tahun 2016, Indonesia juga menjadi negara konsumen kelapa sawit terbesar di dunia. Foto : Josep/KAGAMA
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono menyebutkan, Indonesia merupakan produsen terbesar kelapa sawit di dunia, tapi sejak tahun 2016, Indonesia juga menjadi negara konsumen kelapa sawit terbesar di dunia. Foto : Josep/KAGAMA

KAGAMA.CO, JAKARTA – Besar di desa dan lahir dari kalangan petani, garis nasib Joko Supriyono seperti sudah ditetapkan untuk sukses berkecimpung di sektor pertanian dan perkebunan.

Sang anak petani ini menjadi Wakil Presiden Direktur PT Astra Agro Lestari, salah satu perusahaan perkebunan kelapa sawit terbesar di Indonesia.

Dia pun menjadi orang nomor satu di organisasi Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki).

Saat ditemui KAGAMA di Jakarta belum lama ini, Joko mempaparkan secara singkat rentang perjalanan hidupnya.

“Bapak saya adalah seorang petani di Madiun.”

“Semasa kecil saya sudah akrab dengan kehidupan petani di desa.”

“Memori yang kuat tertanam dalam diri saya tatkala diajak bapak membajak sawah dengan menggunakan kerbau,” ujar Joko.

Pengalaman masa kecil yang akrab dengan suasana pedesaan dan kehidupan petani rupanya, disadari atau tidak, menggugah dirinya untuk memilih kuliah di Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada selepas tamat Sekolah Menengah Kejuruan Pertanian pada tahun 1981.

Setelah lulus kuliah pada tahun 1986, Joko bekerja di PT Perkebunan Nusantara (PTPN) II.

Selama enam tahun mengabdi di PTPN II (1986-1993) dan jabatan terakhirnya adalah Kepala Afdeling.

Dari PTPN II, dia sempat berlabuh ke PT Wahana Kendali Mutu dan menempati posisi sebagai Instruktur Konsultan Manajemen Mutu.

Di tahun 1995, Joko bergabung di PT Astra Agro Lestari sebagai staf Departemen Pelatihan.

Karier Joko di Astra Agro Lestari terbilang moncer.

Ia menapak naik ke berbagai posisi mulai Kepala Departemen Pelatihan dan Rekrutmen Perusahaan (1996-1997), Kepala Bagian Personalia (1999-2000), Kepala Divisi Sumber Daya Manusia (2000-2002), Direktur Area (2002-2005 ), Wakil Direktur Perkebunan dan Pabrik Operasi (2005-2007), hingga Direktur Perusahaan (2007- 2017).

Sejak April 2017, dia dipercaya sebagai Wakil Presiden Direktur PT Astra Agro Lestari.

Seiring menanjak kariernya, nama Joko pun berkibar di organisasi Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki).

Tahun 2015, ia terpilih sebagai Ketua Umum Gapki periode 2015-2018.

Lantas dia terpilih kembali menahkodai Gapki untuk masa jabatan 2018-2023.

“Masalah yang dihadapi industri kelapa sawit Indonesia sudah terjadi sejak dulu dan akan terus terjadi di masa mendatang.”

“Ini masalah lama yang pondasinya merupakan persaingan dagang yang bakal terus berlanjut.”

“Kini yang mesti kita lakukan adalah memastikan serta mengamankan kepentingan industri kelapa sawit Tanah Air,” ujarnya.

Joko pun mengungkapkan fakta bahwa Indonesia merupakan negara produsen kelapa sawit terbesar di dunia.

Saat ini Indonesia menikmati surplus sebesar 70 persen dari perdagangan kelapa sawit.

Di Indonesia, hanya sedikit komoditas yang mampu surplus sampai 70 persen sehingga mampu menjadi penyumbang devisa yang besar bagi negara.

Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS), neraca perdagangan Indonesia pada 2017 mengalami surplus US$11,84 miliar dan sama seperti 2016 penyumbang devisa terbesar masih berasal dari ekspor minyak sawit dan produk turunannya.

Di tahun 2016, ekspor minyak sawit dan produk turunannya (tidak termasuk biodiesel dan oleokimia) US$18,22 miliar dan pasa 2017 melejit hingga 26 persen menjadi US$22,97 miliar.

Fakta lain memperlihatkan, Indonesia merupakan produsen terbesar kelapa sawit di dunia, tapi sejak tahun 2016, Indonesia juga menjadi negara konsumen kelapa sawit terbesar di dunia.

Posisi Indonesia sudah di atas India sebagai konsumen kelapa sawit terbesar di dunia.

Selain itu, perkebunan kelapa sawit yang ada di Indonesia telah menyerap 21 juta orang tenaga kerja.

Sekitar 5 juta orang bermata pencaharian langsung terdiri dari petani pemilik dan karyawan, serta 16 juta orang yang bekerja secara tidak langsung di sektor ini.

Meski sektor swasta lebih besar, tetapi lahan petani dinilai cukup besar.

Dari luas lahan 11,9 juta hektare perkebunan sawit di Indonesia, lahan milik petani sebesar 42 persen atau sebesar 4,7 juta hektare.

Oleh sebab itu, diperlukan strategi nasional dalam perdagangan kelapa sawit dalam dalam menghadapi kendala pasar global seperti isu perubahan iklim, deforestasi, hingga persaingan dagang.

Di luar Uni Eropa, Indonesia pun menemui hambatan dalam perdagangan kelapa sawit dan tiap negara berbeda-beda karateristik hambatannya.

India, Amerika Serikat, Paskistan, Timur Tengah, negara-negara Afrika, hingga Cina juga memiliki hambatannya tersendiri terhadap kelapa sawit Indonesia.

“Selain melakukan diplomasi, lobi dan diversifikasi pasar ekspor ke pasar nontradisional, kita mesti memperkuat posisi kita terhadap negara-negara importir kelapa sawit itu, misalnya dengan perjanjian dagang.

“Kesetaraan hanya terjadi bila kita memiliki perjanjian perdagangan yang kuat,” pungkas Joko. (Jos)