Darah Wonosobo Mengalir dalam Diri Raja Pertama Kesultanan Mataram

5001

Baca juga: G2R Tetrapreneur Diskusikan Esensi Darurat Pangan dan Strateginya

“Nyai Ageng Lawih menikah dengan Arya Pangiri, Bupati Glagahwangi. Nyai Ageng Manggar menikah dengan Ki Ageng Giring,” kata Purwadi.

“Juru Martani menjadi penasihat utama Kerajaan Mataram. Nyi Ageng Sabinah menikah dengan Ki Ageng Pemanahan,” jelasnya.

Pernikahan Nyi Ageng Sabinah dan Ki Ageng Pemanahan melahirkan sosok berdarah Wonosobo yang kelak menjadi raja Kesultanan Mataram.

Sosok tersebut adalah Danang Sutawijaya atau Ngabehi Loring Pasar.

Dengan gelar Kanjeng Panembahan Senopati ing Ngalaga Ngabdurahman Sayidin Panetep Panatagama, dia memimpin Mataram pada tahun 1584-1601.

Baca juga: Cornelis Lay Berpulang, Celengan Bambu dari Kupang Jadi Kenangan

Saat Kesultanan Mataram dipimpin oleh raja kedua, Prabu Hadi Hanyokrowati (1601-1613), peran dari keturunan Wonosobo tetap lestari.

Sebab ada anak dari Ki Ageng Juru Martani yang didapuk sebagai perdana menteri, yakni Patih Mandaraka.

“Patih Mandaraka pernah belajar di kota Tamasek Singapura tahun 1605. Beliau belajar sistem maritim, manajemen  pelayaran, diplomasi internasional, dan kesusasteraan Melayu,” ucap Purwadi.

“Studi banding ini dilakukan untuk mengetahui kultur Melayu yang berjumlah besar di kawasan Nusantara.”

“Kegiatan ini diikuti oleh para generasi muda di Wonosobo. Mereka utusan dari Kabupaten Wonosobo yang direlokasi ketat. Tenaga trampil, dilatih dan dididik di kancah internasional,” beber pria kelahiran 1971 tersebut. (Ts/-Th)

Baca juga: Upaya Dirjen KSDAE Selamatkan Harimau Sumatera dari Kepunahan