Cucu Pendiri Fakultas Filsafat UGM Raih IPK 4,00, Ingin Berkarier di Bidang HAM untuk Perempuan

4386

Baca juga: Dosen dan Teman Seangkatan Harap Jokowi Bisa Bawa Indonesia Makin Maju

Tantangan utamanya adalah ketika harus mengejar narasumber-narasumber yang terdiri dari orang-orang hebat.

Terlebih lagi mereka memiliki kerja luar biasa bagi pemajuan hak perempuan.

“Awalnya Saya ragu pada diri sendiri, apakah mungkin Saya bisa mewawancarai semua orang dari lembaga ini?Mengingat kesibukan dari masing-masing narsumber. Pada waktu itu Saya nekat berangkat ke Jakarta, meski belum semua narasumber memberi konfirmasi,” jelas Karin.

Usahanya itu membuahkan hasil.

Karin mengucap syukur, karena dalam waktu 10 hari dia berhasil selesaikan seluruh wawancaranya.

Data yang dia peroleh pun lengkap dan sangat baik.

Meskipun menghadapi jadwal kuliah dan tugas yang padat, wisudawan yang menyelesaikan studinya selama 2 tahun 1 bulan itu, menyempatkan diri untuk mengasah kemampuan bekerjanya sebagai asisten peneliti dan staf administrasi di Pusat Kajian Hukum, Gender, dan Masyarakat Fakultas Hukum UGM.

Baca juga: Dua Dubes Alumni UGM Menikmati Suasana Malam Jogja, Ngopi Bareng di Loko Coffee

Selain itu, dukungan dari orang terdekat turut mengiringi perjalanan studi Karin sampai menjadi wisudawan terbaik.

”Paling terasa Saya dapatkan adalah dari keluarga, sahabat, serta kolega-kolega Saya di kampus. Jika terkait dengan perkuliahan, Saya rasa kolega Saya di kampus adalah rekan yang paling berperan dalam membuka perspektif Saya,” jelasnya.

Mereka tidak hanya membuka ruang diskusi, tetapi juga ruang berbagi yang kondusif.

Orang terdekat lain yang menginspirasi Karin selama ini adalah almarhumah neneknya, Sri Budijah, S.H., yang merupakan mantan dosen Fakultas Hukum UGM dan salah satu pendiri Fakultas Filsafat UGM.

Sang nenek dulunya adalah asisten Prof. Notonegoro.

Diceritakan Karin, sang nenek begitu mendorong dan mengharapkan dia untuk menimba studi S1 di Fakultas Hukum UGM.

Di samping itu nenek Karin selalu memiliki pemikiran-pemikiran yang kritis mengenai isu-isu hukum dan filsafat.

Baca juga: Tidak Disukai Dosen, Mahasiswa Harus Berbuat Apa?

“Meski tidak diungkapkan secara gamblang, perilaku dan pemikirannya menunjukkan ideologi feminisme yang benar-benar menginspirasi Saya. Beliau adalah seorang ibu sekaligus seorang akademisi yang handal. Sayang Saya tidak sempat berdiskusi banyak dengan beliau terkait pemikiran-pemikiran beliau,” ungkap Karin.

Pasca meraih gelar LL.M-nya, Karin berharap bisa berkarier di lini yang sesuai dengan minatnya di bidang HAM, utamanya HAM Perempuan.

Dirinya ingin membantu perempuan-perempuan di Indonesia dan seluruh dunia untuk dapat lebih mandiri, serta membantu mereka memahami dan mendapatkan hak-haknya.

“Saya ingin terus berkarier di dunia akademik. Menjadi researcher, lebih-lebih menjadi seorang pengajar atau dosen. Yang jelas, Saya ingin punya karier yang dapat membantu Saya untuk terus mengembangkan diri, sekaligus memungkinkan Saya bisa bermanfaat bagi orang lain,” pungkasnya. (Kinanthi)

Baca juga: Perjalanan Hidup Bambang Purwoko dan Dedikasinya Membangun Pendidikan di Papua