Belajar Pemulihan Pascabencana dari Korban Selamat Gempa dan Tsunami Aceh 2004

1851

Berdasarkan para informan dalam penelitian Al Kindi, masyarakat Aceh dapat mulai menerima realitas dan memulihkan diri karena menginternalisasikan nilai keyakinan (Islam) dan nilai-nilai lokal yang kemudian diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Contoh dari penjelasan Al Kindi tersebut adalah melakukan istighfar, zikir, adzan, dan berdoa. Masyarakat Aceh pun menerima bahwa terjadnya bencana merupakan salah satu takdir (Act of God) yang harus diterima, sehingga tidak boleh disesali.

Dengan meyakini nilai-nilai tersebut, mereka pun percaya bahwa setiap ada musibah yang menimpa, maka akan diikuti dengan hikmah dan kemudahan yang menyertainya. Adanya keyakinan ini membuat masyarakat Aceh semakin bersatu dalam memulihkan kondisi pasca bencana secara bersama.

Bahkan, para korban yang selamat membagikan pengalaman hidupnya kepada generasi selanjutnya sebagai pengingat bahwa bencana alam yang pernah terjadi di Aceh ini merupakan peristiwa penting dan kedepannya dapat ditanggulangi dengan lebih baik lagi.

Masyarakat Aceh yang perlahan mampu memulihkan ketraumaannya, kemudian berusaha memulihkan aspek kehidupan yang lain, salah satunya ekonomi. Menurut Al Kindi, pemulihan ekonomi menjadi penting agar masyarakat dapat bertahan dan memenuhi kebutuhan hidupnya.

“Dalam pemulihan ini, masyarakat Aceh memanfaatkan sumber daya yang tersisia, berbagai macam bantuan, serta program dari pemerintah yang ditujukan untuk memulihkan mata pencaharian (livehood),” tulis Al Kindi dalam tesisnya di Magister Antropologi UGM 2017.(Tita)