Bambang Hudayana Kembangkan Departemen Antropologi Sejak Mahasiswa

1686
Kami memiliki keterbatasan akses buku dan sumberdaya. Meskipun demikian, ada kegotongroyongan yang kuat di antara para dosen untuk mengembangkan departemen. Mahasiswa dan dosen sama-sama belajar. Kami merasa sudah saling memiliki. Foto: istimewa
Kami memiliki keterbatasan akses buku dan sumberdaya. Meskipun demikian, ada kegotongroyongan yang kuat di antara para dosen untuk mengembangkan departemen. Mahasiswa dan dosen sama-sama belajar. Kami merasa sudah saling memiliki. Foto: istimewa

KAGAMA.CO, BULAKSUMUR – Sejak sekolah Dr. Bambang Hudayana, MA. (59), sudah gemar belajar ilmu sejarah, budaya dan bahasa.

Dirinya merasa senang apabila bisa lebih memahami keanekaragaman budaya dengan melancong ke berbagai suku bangsa di dunia dan melihat kehidupan manusia di sana.

Dari situ Bambang mempelajari banyak sejarah dan mulai menyadari bahwa kehidupan manusia begitu panjang berkat adanya sejarah itu.

”Melihat masa lalu untuk meneropong masa depan. Belajar budaya membuat kita semakin arif, karena kita melihat keberagaman. Itu menjadi sesuatu fakta yang tidak bisa dihindari. Jika kita apresiasi malah menjadi lebih bernilai bagi kehidupan bersama,” ujar Bambang.

Dari pengalaman tersebut, Bambang menyadari begitu pentingnya ilmu antroplogi.

Hal ini pula yang membuatnya termotivasi menempuh pendidikan di Prodi S1 Antropologi Budaya UGM.

Baca juga: Paduan Suara Mahasiswa UGM Sabet Dua Penghargaan Internasional

Sempat Kesulitan Belajar

Begitu diterima pada tahun 1980, belajar di Departemen Antropologi Budaya tidak sepenuhnya memenuhi ekspektasi Bambang.

Diakui Bambang, dia sempat mengalami kesulitan belajar, karena referensi belajar banyak menggunakan bahasa Inggris.

Kemudian bahasa penyampaian materinya pun tidak semudah seperti saat di sekolah.

“Tapi, kuliah menjadi menyenangkan karena ada teman, kita bisa belajar bersama. Menulis dan melakukan riset menjadi kepuasan Saya kuliah di Antropologi. Dari kegiatan ini berarti kita telah membaca, memhami masalah, mencoba menuliskan masalah itu, dan menjawab permasalahannya. Ada prestasi dan karya,” kata Bambang.

Menjadi asisten seorang peneliti dari Amerika, Michael R. Dove, merupakan pengalaman berharga bagi Bambang semasa kuliah.

Dari pengalaman ini, Bambang mengetahui bahwa untuk menjadi profesional peneliti butuh ketekunan dan kedisiplinan.

Baca juga: Kagama Pemalang Kirim 35 Ribu Liter Air Bersih untuk Atasi Kemarau Panjang