KAGAMA.CO, BULAKSUMUR – Data dari Kementerian Sosial RI, dalam kurun waktu empat tahun (2013-2017), lokalisasi prostitusi di Indonesia yang sudah ditutup sebanyak 118 dari total 168.
Sisanya pada 2019 ini, seluruh lokalisasi akan ditutup.
Pertanyaannya, bagaimana dengan nasib Pekerja Seks Komersial (PSK)?
Benarkah mereka berhenti bekerja sebagai PSK atau mencari pekerjaan lain?
Penutupan lokalisasi sebagai kebijakan strategis oleh pemerintah, memang patut diapresiasi.
Namun, ternyata upaya ini tidak sepenuhnya menyelesaikan masalah, bahkan menimbulkan masalah baru.
Sebab, tidak mudah melakukan rehabilitasi prostitusi, terutama dalam mengubah perilaku PSK dan orang-orang yang bergantung pada pekerjaan ini supaya tidak melanggar moral dan hukum.
Baca juga: BKPM dan KBRI Beijing Genjot Masuknya Investasi ke Indonesia
Peneliti Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat UGM, Aryo Ginanjar menjelaskan, pemerintah sudah melakukan pendekatan persuasif, langkah antisipasi, hingga pemberdayaan masyarakat.
Namun, langkah tersebut belum juga menjadi solusi untuk permasalahan pasca ditutupnya lokalisasi.
Fakta tersebut Aryo paparkan melalui penelitiannya berjudul Dampak Pasca Penutupan Lokalisasi Prostitusi pada Pekerja Seks Komersial dalam Perspektif Rational Choice Theory Tahun 2018.
Melalui teori pilihan rasional, Aryo mengungkap fenomena pasca penutupan lokalisasi prostitusi.
Penelitian berfokus pada PSK yang tetap menjalankan pekerjaannya sebagai penjaja seks secara tersembunyi, tersebar dan terselubung, serta dampak yang ditimbulkannya.
Teori pilihan rasional menyebutkan, manusia melakukan tindakan atau perilaku berdasarkan self interest dan maksimalisasi kepentingan.
Bila manusia dihadapkan dua pilihan atau lebih, maka dia akan mengambil pilihan yang menguntungkan dirinya.
Baca juga: Berbagai Kesalahan yang Sering Dilakukan Saat Menabung
