Awalnya Tidak Suka Kimia, Wulan Hardjosoediro Kini Bisnis Sabun

1227

Baca juga: Menhan Prabowo Temui Komisi Militer Pusat Tiongkok, Bahas Kerja Sama Militer

“Waktu SMA Saya mempelajari beberapa jurusan. Dari situ Saya semakin senang dengan arsitek karena tidak ada kimia. Saat itu nilai kimia Saya jelek sekali,” tuturnya.

Namun, siapa pula yang tahu akan masa depan.

Wulan, yang dulunya tidak suka kimia, kini justru tak pernah lepas dari ilmu itu setelah dia terjun di bisnis produk perawatan tubuh berbasis herbal (jamu).

Dia pun kini mengurangi kesibukan lamanya sebagai arsitek dan konsultan.

Bersama adiknya, Dina, Wulan membentuk CV. Akuna Jaya Sejahtera pada 2016.

Kemunculan produk herbal awalnya dari turun-temurun di lingkungan keluarga Wulan.

Namun, di tangannya ada sentuhan inovasi dan modernisasi agar produknya yang berbasis herbal ramah dengan generasi milenial.

Baca juga: Krisdyatmiko: Selain Masyarakat, Alumni PSdK Juga Harus Sejahtera

Hingga saat ini, ada 84 varian produk dengan merk “Akuna” yang di antaranya seperti sabun, pelembab kulit, pembersih muka, deodoran, dan shampo.

Akuna diproduksi di Yogyakarta, Kledokan (Sleman), dan Pulo Gadung (Jakarta) dengan sistem artisan alias sesuai pesanan.

“Akhirnya Saya sekarang bikin sabun ya bersentuhan dengan kimia dasar lagi. Takdir memang begitu. Kita bisa berencana, tapi pada akhirnya berbeda,”  kata Wulan menyadari.

Arsitektur, Jalan Menuju Akuna

Berkuliah di Arsitektur UGM nyatanya tidak melulu belajar untuk membuat desain.

Ada ilmu-ilmu lain yang begitu membekas dan menjadi pedoman dalam karier Wulan.

“Kami juga mempelajari kota dan perilaku manusia.

Itu berpengaruh pada cara berpikir Saya, misalnya mengenai bagaimana membuat produk, mempresentasikan produk, dan bagaimana cara promosi.

Baca juga: Jusuf Kalla, Pria Romantis yang Tak Ucapkan ‘I Love You’ kepada Istrinya

Wanita kelahiran Jogja ini berkata, seorang arsitek mesti mengamati perilaku manusia untuk menghasilkan desain rumah yang tepat.

“Kami diajari untuk melihat itu (mengamati perilaku manusia) dan ternyata berguna sekali pada bisnis Saya,” jelasnya.

Hidup tanpa ilmu bagaikan rumah tiada pelita, sedangkan belajar tanpa guru bak berjalan tanpa peta.

Tentu saja, ada sosok guru di Arsitektur UGM yang berjasa membentuk visi Wulan seperti saat ini.

Sosok yang pertama adalah almarhum Ir. Imam Djokomoni M.Arch.

“Beliau dulu adalah dosen kota dan yang mengajari Saya untuk melihat serta mempelajari kesan. Beliau mengatakan kritik adalah tanggapan seseorang terhadap sesuatu, termasuk desain,” katanya.

Berkat ajaran Pak Imam, Wulan sadar betul dangan kesan dan dampak yang ditimbulkan konsumen terhadap produknya.

Baca juga: Satu Sikap yang Membuat Jusuf Kalla Raih HB IX Award dari UGM

Menurutnya, kesan dan dampak memiliki pengaruh langsung dengan penjualan.

Hal itu juga yang membuat Wulan suka untuk mengamati kebiasaan orang.

Adapun sosok dosen kedua yang berkesan bagi dia adalah Ir. Jatmika Adi Suryabrata, M.Sc., Ph.D.

“Setiap kali beliau mengajar selalu menggunakan celana pendek dan membawa kopi.

Beliau demikian karena lulusan S2 dari Hawai (Arizona State University –red) kalau tidak salah dan masih terbawa kebiasaan dari sana,” tuturnya.

Wulan menilai bahwa Pak Jatmika unik karena berani berbeda di tengah budaya UGM yang cukup santun.

“Bukan berarti beliau tidak sopan, hanya beliau berani berbeda. Dari situ Saya terinspirasi bahwa kita tidak harus seragam dan tiada ada yang tidak bisa kita lakukan di dunia ini,” terangnya. (Tsalis)

Baca juga: Ganjar Pranowo Raih Penghargaan Usai Genjot UMKM Jateng Melalui KUR