Awalnya Merasa Salah Masuk, Nova Mayasari Jadi Lulusan Terbaik Kedokteran Gigi UGM

3112

Baca juga: Jangan Mudah Tergiur, Waspadai Investasi Bodong dengan Cara Ini

Dia menggarisbawahi, pengabdian tidak mesti menjadi dosen.

“Jadi kita bekerja pun itu merupakan salah satu bentuk pengabdian,” tutur Nova.

Nilai kerakyatan dari UGM juga menjadi landasan Nova dalam melakukan pengabdian kepada masyarakat.

Wanita kelahiran 1 November 1984 ini mengaku mempertimbangkan faktor ekonomi ketika memberikan perawatan kepada pasien.

“Kalau dia orang mampu, kami beri harga biasa. Tetapi kalau dia dari kurang mampu, ya disesuaikan,” ucap Nova.

Momen Wisuda Pascasarjana Periode II Tahun ajaran 2019-2020, Rabu (22/1/2020) pun menjadi hari berbahagia bagi Nova.

Dia berhasil menyelesaikan studi Spesialis Prostodonsia di FKG UGM sebagai lulusan terbaik dengan IPK 3,92.

Baca juga: Perang Dagang AS-Tiongkok Pengaruhi Jumlah Wisatawan Tiongkok di Indonesia, Bali Tetap Jadi Favorit

Nova lulus setelah merampungkan tesis dengan judul Pengaruh Penggunaan Bahan Rekayasa Jaringan terhadap Kepadatan Kolagen Tulang Alveolar dalam Perawatan Pre-Prostodontik (Kajian pada Tikus Wistar).

Bagi Nova, raihannya ini mampu membanggakan sang orang tua yang menginginkan seluruh anak-anaknya menempuh pendidikan di Jogja.

Pasalnya, lima saudara Nova merupakan alumni Pascasarjana UGM.

Di sisi lain, bertahun-tahun mengangsu ilmu di UGM membuat Nova juga mampu melukiskan seperti apa corak kehidupan Jogja.

“Jogja orangnya ramah-ramah, makanannya enak, biaya kehidupannya juga tidak terlalu tinggi,” tutur Nova.

“Jogja katanya kan kota sejuta kenangan,” ujar dia yang punya hobi fitnes ini.

Prestasi yang dituliskan dalam rekam jejak hidup Nova mungkin saja tidak pernah dia bayangkan.

Baca juga: Anak Jadi Korban Perundungan? Orang Tua Perlu Ajarkan Ini

Sebab, awalnya tidak terbersit keinginan dalam benaknya untuk menjadi seorang dokter gigi.

Nova mengaku sempat memiliki keinginan untuk berkuliah di bidang yang ada kaitannya dengan perminyakan.

“Dulu sih sebenarnya pengen perminyakan, tapi sepertinya bukan rezekinya di sana,” ucap Nova.

“Lalu masuk Kedokteran Umum Saya tidak sanggup, akhirnya mencoba peruntungan di Kedokteran Gigi,” lanjutnya.

Awalnya, kata Nova, dia tidak senang berkuliah di FKG dan merasa salah masuk.

Namun, setelah dijalani dalam beberapa tahun, Nova menemui titik balik.

Terutama setelah bertemu dengan salah satu dosen konservasi gigi, drg. Didit Istadi, Sp. BM yang memberikan wejangan kepadanya.

Kepada Nova, sang dosen berkata, “Passion Saya sebenarnya tidak di Kedokteran Gigi, tetapi Saya menemukan sesuatu yang Saya sukai dan kemudian Saya terapkan di sini.”

Dari situ, Nova akhirnya memperoleh pencerahan, menikmati, hingga mampu melanjutkan ke jenjang spesialis.

Berbekal pengalamannya, Nova berpesan bahwa tidak ada status pintar dan tidak pintar.

“Tapi kita bisa, yang penting kita mau dan berusaha. Belajarlah terus untuk mendapatkan ilmu dan wawasan,” pungkasnya. (Tsalis)

Baca juga: Jadi Destinasi Wisata Premium, Begini Strategi Menteri Basuki Mempercantik Labuan Bajo