Arie Sujito Tak Pernah Berhenti Memperjuangkan Tradisi Kritis

3071

Baca juga: Jawara Bahasa Korea Ini Jadi Lulusan Terbaik SV UGM

Dirinya sadar bahwa kampus tidak berdiri tunggal, sehingga untuk mencapai itu butuh perjuangan besar.

Arie menerangkan, ada gejala dalam beberapa tahun terakhir ini.

Energi para akademisi habis untuk mengurusi birokrasi pendidikan tinggi yang ada, sehingga upaya mengembangkan idealisme pun luput.

”Saya nggak tahu menterinya yang baru di periode kedua era Presiden Jokowi ini akan membuat gebrakan apa dalam mengelola kampus seperti apa. Kita lihat saja semoga ada terobosan baru yanglebih baik,” andas dosen yang sejak mahasiswa sampai sekarang masih sering menulis di media massa ini.

Mendirikan Sanggar Maos Tradisi

Untuk memberi ruang yang lebih bagi pengembangan tradisi kritis, Arie membuka Sanggar Maos Tradisi pada 2017 yang dibangun di depan rumahnya.

”Sanggar ini bukan dimaksudkan untuk diri Saya sendiri, tetapi juga bagian dari cara Saya mengembangkan gagasan, idealisme, dan persaudaraan jaringan pertemanan. Tempat berkarya dengan berbagai hal untuk pengembangan komunitas dan masyarakat,” ujar Arie.

Sanggar Maos Tradisi menjadi ruang untuk banyak aktivitas, mulai dari diskusi, menulis, pameran seni, pertunjukkan teater, hingga latihan gamelan.

Baca juga: Cara Baru Mengolah Biji Kakao; Lebih Cepat, Sehat dan Lezat

”Bimbingan skripsi dan tesis mahasiswa juga kadang di sini. Bahkan untuk kegiatan kajian tradisi keagamaan warga yang peduli dipersilahkan, yang penting dilandasi semangat kemanusiaan dan kebangsaan,” ujarnya.

Setiap Nafas adalah Perjuangan

Selain fokus mengajar, Arie sejak awal 2016 dipercaya menjabat sebagai Ketua Departemen Sosiologi.

Bahkan Arie saat ini juga menjadi anggota Majelis Wali Amanat (MWA) UGM, Dewan Redaksi PP KAGAMA, serta peneliti di IRE, PSPK, dan Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM.

Arie bercita-cita membangun jaringan antar kampus dan pengorganisasian masyarakat.

Dia tidak ingin demokrasi yang telah diperjuangkan dengan berbagai risiko itu jadi down grade.

Menurutnya, kampus memiliki peran, begitu juga ruang-ruang publik seperti Sanggar Maos Tradisi yang didirikannya.

Perjuangan dilakukan di mana saja dan dengan banyak cara.

Baginya yang terpenting adalah integritas.

Diceritakan oleh Arie, ide dan pemikirannya selama ini terinspirasi dari sosok-sosok seperti Arief Budiman, Nurcholis Majid, Kunto Widjojo dan Gus Dur.

“Setiap nafas adalah perjuangan. Sekecil apapun kita harus mendapatkan makna,” tegasnya menjelas moto hidup yang dipegangnya selama ini. (Kinanthi)

Baca juga: Gerakan Rimbawan dan Masyarakat Peduli Hutan (GRMPH) Mulai Menggeliat, Ini Agendanya